Menurut sejarahnya, upacara adat Cupu Kyai Panjala ini sudah ada turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Eyang Seyek adalah nama asli Kyai Panjala. Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki Cupu Kyai Panjala. Menurut cerita yang berkembang dimasyarakat, Cupu Kyai Panjala didapat Eyang Seyek saat njala (menjaring) di laut. Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak, akan tetapi Eyang Seyek memiliki 10 saudara kandung, 5 lelaki dan 5 wanita. Kakek buyut dari Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek, maka ia menjadi bagian dari ahli waris Cupu Kyai Panjala.
Search This Blog
Saturday, June 12, 2021
Cupu Kyai Panjolo Yogyakarta
Friday, June 11, 2021
Nai Manggale (Si Gale-Gale), Sumatera Utara
Ia dikenal sebagai seorang pematung handal. Hasil patung buatannya sangat halus juga nampak sangat mirip aslinya. Seperti patung hewan, tumbuhan maupun patung berbentuk manusia, hasilnya pasti akan sangat mirip aslinya.
Nama Datu Panggana menjadi sangat terkenal sehingga banyak penduduk memesan patung kepadanya.Pada suatau hari Datu Panggana Membuat Patung Nai Manggale Menurut legenda, Datu Panggana pergi ke hutan, mencari kayu untuk ia gunakan membuat patung. Setelah mendapat kayu sesuai keinginannya, Datu Panggana kemudian pulang ke rumahnya. Kemudian Ia mulai bekerja membuat patung berbentuk perempuan. Datu Panggana bekerja siang malam membuat patung tersebut tanpa melihat model. Dalam bekerja Ia hanya membayangkan sesosok perempuan cantik. Semua perhatiannya dicurahkan pada patung tersebut, hingga akhirnya selesai juga patung tersebut, sebuah patung berbentuk seorang perempuan sangat cantik wajahnya.
Ia meminta Datu Panggana untuk menghancurkan patung tersebut agar Ia bisa melepaskan pakaian dan perhiasan miliknya.
Nai Manggale senang diterima hangat oleh keluarga Datu Partoar.
Nai Manggale telah dianggap sebagai anak oleh mereka.
“Pakaian dan perhiasan yang dikenakan Nai Manggale adalah kepunyaanku. Jadi Nai Manggale seharusnya tinggal bersamaku.” kata Bao Partigatiga. Perselisihan diantara ketiganya semakin lama semakin memanas.Masing-masing tidak ada yang mau mengalah. Ketiganya merasa berhak memiliki Nai Manggale dengan alasan masing-masing. Karena tidak ada jalan keluar, ketiganya lantas sepakat mengadukan masalah tersebut kepada Aji Bahir, sesepuh desa mereka.
“Datu Panggana adalah pembuat patung Nai Manggale sebelum menjadi manusia, maka Ia berhak menjadi paman Nai Manggale. Kata Aji Bahir kepada mereka bertiga.
“Sedangkan Bao Partigatiga, usianya masih muda. Ia pantas menjadi kakak Nai Manggale.” kata Aji Bahir lagi.
Ketiganya kemudian menganggukan kepalanya sebagai tanda setuju. Ketiganya menjadi lega karena masalah mereka telah selesai. Mereka juga merasa bahagia karena bisa bersaudara dengan kehadiran Nai Manggale.
Kini Nai Manggale yang kecantikannya terkenal diantara suku-suku Tapanuli, hidup berbahagia bersama kedua orang tuanya, pamannya dan juga kakaknya.
Tuesday, June 8, 2021
Putri Niweri Gading dari Aceh
Beberapa hari kemudian permaisuri mengandung. Setelah sampai waktunya permaisuri melahirkan anak laki-Iaki yang diberi nama Amat Mude. Belum genap setahun umurAmat Mude. ayahnya meninggal dunia. Karena Amat Mude. masih bayi maka adik sang raja atau paman (Pakcik) Amat Mude. diangkat menjadi raja sementara.
Walau dibuang jauh dari istana permaisuri tidak mengeluh, ia menerima cobaan berat dengan sabar dan tabah. lalu la mebesarkan Amat Mude. dengan penuh kasing sayang. Tahun demi tahun berlalu. tak terasa Amat Mude. tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tampan.
Amat Mude suka memancing ikan di sungai. Pada suatu hari, Permaisuri dan Amat Mude pergi ke sebuah desa di pinggir hutan untuk menjual ikan. Tanpa disangka, ia bertemu dengan saudagar kaya raya. Ternyata ia bekas sahabat suaminya dulu.
Permaisuri menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya. Mendengar hal itu, sang saudagar segera mengajak mereka ke rumahnya dan membeli semua ikannya. Setibanya di rumah, saudagar ltu menyuruh istrinya segera memasak ikan tersebut. Ketika sedang memotong perut ikan, sang istri merasa heran karena dari perut ikan itu keluar telur ikan yang berupa emas murni. Kemudian, butiran emas tersebut dijual ke pasar oleh istri saudagar. Uangnya ia gunakan untuk membangun rumah permaisuri dan putranya. Sejak saat itu, permaisuri dan Amat Mude telah berubah menjadi orang kaya berkat telur-telur emas dari ikan.
Pada suatu hari, Raja Muda memanggil Amat Mude ke istana. la memerintahkan Amat Mude memetik kelapa gading untuk mengobati penyakit istri Raja Muda, di sebuah pulau yang terletak di tengah laut. Konon, lautan di sekitar pulau ltu dihuni oleh binatang-binatang buas. Siapa pun yang melewati lautan itu pasti celaka.
Raja Muda mengancam Amat Mude jika tidak berhasil, ia akan dihukum mati. TapiAmat Mude tak peduli dengan ancaman itu. Niatnya tulus hendak menolong istri Raja Muda. Ia pun segera berangkat meninggalkan istana.
Setibanya di pantai, ia duduk termenung. Tiba-tiba, muncul di hadapannya seekor ikan besar bernama Si lenggang Raye, didampingl oleh Raja Buaya, dan seekor Naga besar.
Singkat cerita, Amat Mude telah menemukan pohon kelapa gading dengan bantuan Silenggang Raye, Raja Buaya, dan seekor naga Selanjutnya, Amat Mude memanjat pohon. Ketika sedang memetik buah kelapa gading, tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan.
“Siapa pun yang berhasil memetik buah kelapa gading, dia akan menjadi suamiku.” “Siapakah Engkau?” tanya Arnat Mude. “Aku Putri Niwer Gading,” jawabnya suara dari bawah pohon kelapa. Amat Mude cepat-cepat memetik kelapa gading. Setelah turun dari atas pohon kelapa. Alangkah takjubnya Amat Mude melihat kecantikan Putri Niwer Gading. Akhirnya, Amat Mude pun mengajak sang putri pulang ke rumahnya untuk dipersunting. Setelah menikah, Amat Mude beserta istri dan ibunya berangkat ke istana untuk menyerahkan buah kelapa gading.
Kedatangan Amat Mude membuat Raja Muda terheran-heran. Orang yang berhasil melewati rintangan di pulau angker pastilah orang sakti. la tidak mau main-main Iagi. Kini tidak alasan untuk menghukum mati keponakannya itu. Akhirnya Raja Muda sadar akan kesalahanya. la memohon maaf kepada Permaisuri dan Amat Mude. Beberapa hari kemudian Amat Mude dinobatkan menjadi Raja Negeri Alas.
Hikmah dari cerita tersebuat : Ketika datang musibah terjadi yang diperlukan kesabaran tidak mengeluh dengan bekerja keras & doa kita akan sampai pada perbaikan dalam kehidupan selanjutnya.
Friday, June 4, 2021
Batu Bagga - Sulawesi
Intobu dan Impalak bekerja sebagai nelayan selama bertahun-tahun. Namun berjalannya waktu Impalak mulai bosan dengan pekerjaan itu. Dia ingin mencoba sesuatu yang baru. Dia ingin membuat hidup lebih baik untuk ayahnya dan dirinya sendiri.
“… Ayah, maafkan aku,” Impalak merasa ragu.
“Ada apa, Anakku?” Intobu penasaran melihat sikap anaknya yang aneh.
“Ayah, sebenarnya saya ingin berhenti bekerja sebagai nelayan. Saya ingin pergi ke luar negeri dan mencoba bekerja yang lain,” kata Impalak.
Intobu sedih mendengar keputusan putranya, tapi dia juga ingin Impalak sukses.
“Kalau itu keputusanmu, aku tidak bisa berbuat apa-apa selain mempersilakanmu pergi. Aku hanya bisa mendoakan keselamatan dan kesuksesanmu” ucap Intobu.
“Tapi aku ingin kamu selalu mengingat tanah airmu. Ingat desa dan ayahmu, yang sudah tua ini.” lanjutnya.
“Ya, Ayah. Aku akan selalu ingat. Terima kasih,” kata Impalak bersemangat.
Keesokan harinya, Impalak berangkat ke pelabuhan. Dia melihat Bagga (perahu layar) dan pergi menemui pemiliknya.
Pemilik Bagga terdiam sesaat.
“Ini bukan masalah bagiku. Tapi mengapa kamu ingin berlayar denganku, dan apakah kamu sudah meminta izin dari orang tuamu?” Tanya pemilik Bagga kemudian.
“Saya bekerja di sini sebagai nelayan dengan ayah saya, tetapi saya ingin mencoba peruntungan di luar negeri. Ayah saya setuju dengan rencana saya,” kata Impalak.
“Baiklah, aku akan berlayar besok. Temui aku di sini besok pagi. Ngomong-ngomong, siapa namamu?” Tanya pemilik bagga ini.
“Terima kasih Pak. Nama saya Impalak, Pak,” jawab Impalak senang.
Kembali ke rumahnya, Impalak memberi tahu ayahnya tentang pertemuannya dengan pemilik perahu Bagga.
“Besok, Ayah,” jawab Impalak.
Selanjutnya pagi harinya, impalak pergi ke pelabuhan bersama ayahnya. Perahu Bagga sedang bersiap berlayar.
“Cepat, Impalak!” Pemilik Bagga berteriak.
Impalak mencium tangan ayahnya“
“Ayah saya pamit, mohon jaga diri ayah baik-baik,” kata Impalak.
“Pergilah, Nak. Aku memberkatimu,” kata Intobu.
Ada air mata berlinang di mata Intobu saat melihat Bagga meninggalkan pelabuhan.
Beberapa tahun berlalu. Setiap kali Intobu melihat perahu Bagga, dia selalu berharap anaknya akan kembali. Tetapi tidak ada kabar sama sekali dari Impalak.
Suatu hari, Intobu pergi memancing seperti biasa.
Dia menggunakan perahu kecil dan menuju ke perairan terbuka dekat pelabuhan. Pada saat itulah dia melihat Bagga menuju pelabuhan.
Ketika Bagga sudah mendekati sampan Intobu, dia melihat seorang pemuda tampan berdiri di dek depan Bagga ini. Pemuda itu ditemani oleh istrinya yang cantik. Intobu mengenali pemuda. Dia adalah Impalak putra kesayangannya.
“Impalak! Impalak, anakku!” Intobu berteriak dengan semangat.
Impalak mendengar teriakan ayahnya, tapi dia mengabaikannya.
“Sayangnya, ada seseorang di sana yang memanggil namamu. Apa itu ayahmu?” Tanya istrinya.
“Bukan, dia bukan ayahku. Abaikan dia sayang” Impalak malu mengakui ayah tuanya di depan istrinya yang cantik.
Intobu mencoba mendayung perahunya lebih mendekat ke Bagga, tetapi tiba-tiba ada ombak besar di lautan.
“Tolong … Bantu aku … Impalak, tolong …!” Intobu berteriak, meminta bantuan anaknya.
Tapi Impalak mengabaikan ayahnya. Dia bahkan mengubah Bagga menjadi berlawanan dengan arah perahu sampan Intobu.
Intobu sangat bersedih melihat Anak yang dia sayangi mengabaikannya seperti itu.
Kekecewaan bercampur dengan kesedihan dan kemarahan.
Dia melihat ke langit dan berdoa, “Oh, Tuhan, tolong dengarkan doaku. Jika memang dia benar Impalak anakku. Aku mengutuk Bagga anak pemberontak itu menjadi batu.”
Tidak lama setelah doa yang dipanjatkan oleh Intobu, badai datang dan melanda Impalak Bagga ini.
Angin bertiup sangat kencang, mendorong Bagga ke pantai.
Tiba-tiba, Bagga dan Impalak berubah menjadi batu. batu masih ada sampai sekarang. Orang menyebut Batu Bagga.
Wednesday, May 26, 2021
Ki Ageng Sela
Ki Ageng Sela berasal dari Purwodadi tepatnya di daerah Tawangharo. Dia merupakan keturunan dari kerajaan Majapahit sehingga dia dapat dikatakan sebagai anak-putu Brawijaya. Walaupun dia merupakan keturunan kerajaan Majapahit, namun dia tidak mau bergantung. Dia ingin mencari jati dirinya sendiri.
Ki Ageng Sela nduweni jeneng luwih saka siji ing uripe. Sing kepisan nalika dheweke isih enom,jeneng Ki Ageng Sela yaiku Bagus Songgom. Banjur, dheweke nduweni jeneng Si Abdul Rahman. Dheweke dijenengi Si Abdul Rahman amarga dheweke dianggep sesepuh karo masyarakat. Jeneng Ki Ageng Sela dhewe diwenehi ning dheweke amarga dheweke nduweni akal sing apik utawa susila/Sela.
Ki Ageng Sela memiliki nama lebih dari satu selama hidupnya. Yang pertama ketika dia muda, Ki Ageng Sela bernama Bagus Songgom, yang kedua bernama Ri karena dia merupakan anak-putu trah majapahit, yang ketiga bernama Si Abdul Rahman karena dia dianggap sebagai sesepuh oleh masyarakat. Nama Ki Ageng Sela sendiri atau Ki Gede Sela diberikan kepadanya karena semasa hidupnya dia memiliki akal budi yang baik atau susila/Sela.
Kawit cilik, Ki Ageng Sela wis dadi wong tani sing ulet. Kebukti nalika dheweke ngolah sawah, dheweke bisa nandur cepet.
Selawase urip, Ki Ageng Sela cedhak banget marang Gusti Allah. Kebukti, nalika dheweke lagi nandur dheweke diganggu karo gludug. Ki Ageng Sela anyel amarga ngrasa keganggu karo gludug iku. Banjur, dheweke nantang gludug iku kanggo gelut. Dheweke njaluk gludug iku nduduhi wujud asline. Banjur, ana mbah-mbah kakung sing ngadheg ana ngarepe Ki Ageng Sela. Rupane, mbah kakung iku wujud saka gludug mau. Banjur, Ki Ageng Sela gelut karo mbah kakung iku. Akhire, Ki Ageng Sela bisa angalahke Mbah Kakung iku. Sakwise bisa ngalahke gludug iku, Ki Ageng Sela naleni gludug iku nganggo godhong jarak. Sakwise ditaleni, Ki Ageng Sela gawa gludug iku menyang omahe nganggo wit gandri.Nalika tekan omah, Ki Ageng Sela ndheleh gludug iku ing mburi omahe (sing saiki dadi makam Ki Ageng Sela).
Kabar Ki Ageng Sela sing bisa naleni lan gawa bali gludug iku krungu tekan Sunan Kalijaga. Banjur, Sunan Kalijaga ngangkon Ki Ageng Sela gawa gludug iku ning Demak. Dheweke ngangkon Ki Ageng Sela gawa gludug supaya Demak bisa keadoh saka mala.
Nalika tekan alun-alunDemak. Rupane, tekane Ki Ageng Sela barengan karo wafate Patiunus (1521 SM). Banjur, Ki Ageng Sela menehi kurmat marang para Wali sing nalika iku ana ing alun-alun Demak. Sakwise mangkono, dheweke melu neruske pemakamane Patiunus (sing saiki dadi Ombor-ombor).
Nalika Ki Ageng Sela tekan Demak, Ki Ageng Sela nggambar naga ing ngarep masjid Demak tepate ana ing gerbang utama. Nalika dheweke durung bubaran nggambar, rupane ana mbah wadon sing gebyur gambar iku. Banjur, krungu swara gludug banter. Sahingga, gambar sing digambar Ki Ageng Sela iku ora rampung amarga mahluk-mahluk iku lunga dhewe.
Percikane gludug sing digawa Ki Ageng Sela iku digunakake nalika Grebeg Maulud. Tungku sing digunakake iku tungkune Joko Tarub. Banyu sing dienggo banyu saka sendhang lan sing masak iku Nawang Wulan. Saiki, Percikane gludug mau isih digunakake nalika ana event-event Mataram. Misale, Grebeg Maulud, Grebeg Sura,lsp.
Sunday, May 23, 2021
Mandin Tangkaramin Kalimantan Selatan
“Apa maksudmu siapa saja boleh menjemput gadis itu ?’, tanya Bujang Kuratauan yang panas hati mendengar ucapan Bujang Alai. “Lepaskan gadis itu dan kembalikan pada orang tuanya”, teriaknya dengan suara keras.
Bujang Alai tersenyum senang. Ia merasa pancingannya kali ini berhasil.
“Sebentar lagi orang ini akan menyerangku”, pikirnya. “Aku punya kesempatan untuk menghabisinya”. Bayangan kemenangan membuat senyum Bujang Alai semakin lebar.
“Kalau kau ingin membawa gadis itu kepada orang tuanya, hadapi aku dulu”, tantang Bujang Alai.
Pemuda itu segera mencabut kerisnya dan mengambil posisi siap menyerang. Bujang Kuratauan tak mampu menahan emosinya lagi. Segera saja ia mengeluarkan parang bungkul yang selalu dibawanya. Perkelahianpun tak terelakkan lagi.
Bujang Alai dan Bujang Kuratauan bertempur dengan sengit. Mereka saling menyerang. Kedua pemuda itu sama sama tangguh. Mereka berhasil menangkis setiap serangan yang dilancarkan lawan. Karena hari sudah petang, Bujang Alai menantang Bujang Kuratauan untuk melanjutkan pertarungan mereka esok pagi.
“Aku akan melayani dimana saja dan kapan saja kau hendak bertarung denganku”, jawab Bujang Kuratauan tegas. Ia sungguh tak dapat menerima tindakan Bujang Alai menyembunyikan anak gadis orang seenaknya
“Baik kalau begitu, esok pagi kutunggu kau di Mandin Tangkaramin”, ujarnya sambil berlalu.
Mandin Tangkaramin merupakan air terjun yang terletak tak jauh dari Desa Malinau. Air terjun itu tak terlalu tinggi dan dikelilingi hutan lebat. Dibawahnya terdapat banyak bongkahan batu besar dan kecil. Tak lama setelah fajar menyingsing, Bujang Alai dan Bujang Kuratauan telah tiba disitu.
Pertarungan segera dilanjutkan. Parang bungkul dan keris yang beradu menghasilkan bunyi berdentang dan percikan api. Bujang Alai dan Bujang Kuratauan mengeluarkan segenap keahlian yang mereka miliki. Setelah bertarung cukup lama, kedua pemuda terlihat mulai kelelahan.
Mungkin karena keinginannya untuk segera menghabisi lawannya, Bujang Alai mulai kehilangan kendali. Ia menyerang Bujang Kuratauan membabi buta. Kerisnya disabet tanpa henti sampai ia kehabisan tenaga. Satu saat pantulan sinar matahari dari kerisnya menyilaukan matanya. Bujang Alai sempat lengah. Pada saat itulah parang bungkul milik Bujang Kuratauan menghantam tubuhnya dengan keras. Tubuh Bujang Alai terhuyung dan tersungkur. Ia mati seketika.
Berita terbunuhnya Bujang Alai dalam pertarungan melawan Bujang Kuratauan segera menyebar di Desa Malinau dan sekitarnya. Keluarga Bujang Alai tak dapat menerima kematiannya. Ayahnya sangat terpukul mendapati putranya mati dengan tubuh lebam karena hantaman parang bungkul Bujang Kuratauan. Iapun berniat menuntut balas dengan berencana menyerang Bujang Kuratauan dan keluarganya.
Bujang Kuratauan bukan tak tahu keluarga Bujang Alai akan menuntut balas. Apalagi desas desus yang terdengar kalau rumahnya akan diserang semakin santer. Oleh karena itu Bujang Kuratauan dan ayahnya segera mengatur siasat.
Setelah beberapa hari menunggu, tibalah saat yang dinanti. Bujang Kuratauan dan keluarganya yang tak pernah tidur di rumah sejak kejadian itu segera menjalankan siasat mereka begitu mendengar suara ramai dari kejauhan. Seluruh anggota keluarga Bujang Kuratauan menyalakan obor dan berlari sambil memegangnya.
“Ayo cepat..”, teriak ayah Bujang Kuratauan yang memimpin di depan. Pengalamannya keluar masuk hutan membuatnya tahu persis arah yang dituju meski dalam kegelapan. Keluarga Bujang Alai terus berlari mengikuti obor yang dibawa keluarga Bujang Kuratauan. Rasa marah membuat mereka berlari kencang tanpa lelah.
“Sekaraaaangg…..”, teriak ayah Bujang Kuratauan. Seluruh anggota keluarga segera mengikutinya melempar obor yang mereka pegang. Keluarga Bujang Alai yang berlari mengejar obor tak melihat dimana mereka berada.
“Aaaaaaaaaa….…..”, terdengar teriakan keluarga Bujang Alai yang jatuh ke dasar sungai. Rupanya ayah Bujang Kuratauan dan keluarganya membuang obor mereka ke dasar sungai tempat jatuhnya air terjun Mandin Tangkaramin.
Tubuh seluruh anggota keluarga Bujang Alai dan para pengikutnya yang jatuh terhempas menghantam batu batu tajam di dasar sungai. Cucuran darah yang mengalir membuat batu batu disitu berwarna merah. Sampai kini masyarakat sekitar percaya bongkahan batu besar berwarna merah seperti kulit manggis yang masak merupakan batu yang terkena darah keluarga Bujang Alai. Mereka menyebutnya Manggu Masak.
Pesan moral dari cerita rakyat Kalimantan Selatan ini adalah jangan berlaku sombong dan sesuka hati. Orang yang jahat akan mendapat balasan dari kejahatannya.
Friday, May 21, 2021
Danau Kembar Sumatera Barat
Ada sebuah cerita yang turun temurun di sampaikan mengenai Legenda terbentuknya Danau Kembar ini, berikut dibawah ini ceritanya
Terjadilah perkelahian antara naga dan niniak gadang bahan. Naga melakukan penyerangan, Niniak Gadang Bahan tidak tinggal diam. Seluruh kemampuan yang dimiliki oleh niniak gadang Bahan di keluarkan. Beliung yang berada di tangan Niniak gadang Bahan bereaksi, dan memang Niniak Gadang Bahan sangat ahli memainkannya, tentu jurus-jurus silat yang sudah mendarah mendaging oleh Niniak Gadang Bahan tak lupa dikeluarkan.
Akhirnya Naga betekuk lutut dan menyerah. Naga kehabisan darah karena sabetan beliaung Niniak Gadang Bahan. Kepala Naga Nyaris putus, darah mengalir dengan deras. Angku Niniak Gadang Bahan menarik naga itu dan melempar dengan sekuat tenaga dan sampai ke sebuah lembah.
Setelah berlangsung beberapa lama Angku Niniak Gadang Bahan mendatangi lembah tempat naga dilemparkan. Ternyata Niniak Gadang Bahan kaget, naga tersebut ternyata tidak mati, dia malah melambangkan badannya dengan posisi membentuk angka delapan, darah dari kepala ular tetap mengalir sehingga memerahkan daerah tersebut.