Search This Blog

Saturday, June 12, 2021

Cupu Kyai Panjolo Yogyakarta

Menurut sejarahnya, upacara adat Cupu Kyai Panjala ini sudah ada turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Eyang Seyek adalah nama asli Kyai Panjala. Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki Cupu Kyai Panjala. Menurut cerita yang berkembang dimasyarakat, Cupu Kyai Panjala didapat Eyang Seyek saat njala (menjaring) di laut. Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak, akan tetapi Eyang Seyek memiliki 10 saudara kandung, 5 lelaki dan 5 wanita. Kakek buyut dari Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek, maka ia menjadi bagian dari ahli waris Cupu Kyai Panjala.

Sampai saat ini Cupu Kyai Panjala diyakini dan dimaknai sebagai simbol atau alat peramal untuk kondisi atau kejadian bangsa Indonesia dalam masa setahun ke depan. Semar Tinandu adalah gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Palang Kinantang adalah gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah, sedangkan Kenthiwiri adalah gambaran untuk rakyat kecil. Banyak warga lokal bahkan juga dari luar kota yang masih percaya akan hasil ramalan tersebut, maka digunakanlah acara ritual pembukaan cupu tersebut untuk meminta berkah.
Upacara Adat Cupu Kyai Panjala muncul sebagai aktivitas sosial masyarakat Jawa di Kabupaten Gunungkidul. Upacara ini merupakan upacara keagaaman secara global atau kepercayaan, artinya Upacara tersebut dilaksanakan dari berbagai unsur agama atau keyakinan. Aktivitas Upacara Pembukaan Cupu Panjala yang berfungsi sebagai penyelaras keharmonisan hubungan antara manusia. Upacara ini berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat untuk mempresentasikan emosi keagamaan. Kegiatan Upacara Pembukaan Cupu Panjala merupakan bentuk partisipasi seluruh anggota masyarakat di dalam menjaga hubungan-hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Upacara Pembukaan Cupu Panjala biasanya menggunakan sarana dan prasarana berupa sesaji, merupakan bentuk persembahan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala manifestasinya-Nya. Disebut Upacara Pembukaan Cupu Panjala, karena Cupu yang terbungkus lembaran-lembaran kain tersebut dibuka pada waktunya yaitu dibuka setiap satu tahun sekali. Ketiga Cupu tersebut diletakkan dalam sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Cupu yang paling besar bernama Semar Tinandhu, Cupu yang berukuran sedang bernama Palang Kinantang dan yang paling kecil bernama Kenthiwiri. Dan dibungkus dengan lembaran-lembaran kain putih (kain Mori) yang berasal dari sejumlah peziarah yang mempunyai keinginan atau permohonan secara pribadi.
Tradisi Upacara Pembukaan Cupu Panjala adalah merupakan tradisi membaca tanda yang muncul pada lembaran-lembaran kain pembungkus Cupu Panjala yang dibuka oleh ahli waris dari keluarga trah Panjala, selanjutnya kondisi Cupu akan dilihat disaksikan oleh para pengunjung. Selama prosesi membuka kain pembungkus Cupu Panjala lembar demi lembar dilihat, dicermati baik kondisi kain atau ada tanda-tanda yang berupa bercak gambar atau adanya benda asing yang berada dalam lembaran-lembaran kain tersebut. Selanjutnya tanda- tanda yang ada di dalam setiap lembaran kain tersebut dibaca dan disampaikan oleh Juru Kunci Cupu Panjala. Tanda-tanda tersebut diyakini sebagai ramalan jaman atau tanda-tanda jaman dianggap muncul dari kekuatan gaib Cupu Panjala, yang merupakan pesan dari Sang Maha Pencipta melalui kekuatan gaib-Nya. Ramalan jaman yang muncul dari lembaran kain pembungkus Cupu Panjala merupakan sesuatu yang harus disampaikan oleh keluarga pewaris Cupu Panjala kepada masyarakat luas, ramalan jaman tersebut merupakan sebuah persepsi yang sangat ditunggu dan dinantikan oleh pengunjung.
Fungsi dari Upacara Pembukaan Cupu Panjala sebagai media untuk menghubungkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya diberikan berkah dan kesuburan, terkait dengan musim tanam tiba, upacara ini juga berfungsi sosial, yaitu sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan untuk membina solidaritas antara masyarakat dalam berinteraksi. Selain itu, Upacara Pembukaan Cupu Panjala berfungsi sebagai tradisi yang telah mendarah daging dalam masyarakat Dusun Mendak-Girisekar, Kabupaten Gunungkidul dan diyakini sebagai ramalan jaman tersebut merupakan sebuah persepsi. memberikan petunjuk-petunjuk tentang kejadian yang akan terjadi, sehingga masyarakat dapat lebih waspada. Upacara Pembukaan Cupu Panjala dapat berfungsi sebagai 1). Sebagai sarana proyeksi masyarakat 2). Sebagai alat pendidikan. 3). Sebagai pengawas norma-norma. 4). Sebuah pengalaman agar lebih bertindak hati-hati.
Upacara adat Cupu Panjala mengajarkan nilai-nilai penting kepada diri sendiri dan masyarakat pemilik upacara ini. Nilai gotong royong diajakarkan sebagi pilar-pilar kehidupan bermasyarakat desa ini. Nilai-nilai edukasi berbasis ketuhanan diajarkan kepada masing-masing pribadi sebagai bagian pembelajaran dan pengingat diri sebagai makhluk sosio-religius.
Bertempat di Padukuhan Mendah, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang,Gunungkidul ,DIYogyakarta. Hari Senin Wage malam Selasa Kliwon Rejeb. Upacara membuka benda yang bernama Cupu Panjala yang di bungkus kain putih yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Pembukaan kain itu untuk mengetahui gejala-gejala yang erat kaitannya dengan masalah pertanian. Hasil tahun yang akan datang dan sambaran-sambaran secara nasional yang diyakini dan dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Pelaku upacara adalah keturunan Ki Panjala diikuti/disaksikan masyarakat sekitar.
Sumber :
kebudayaan.kemdikbud.

No comments: