Menurut sejarahnya, upacara adat Cupu Kyai Panjala ini sudah ada turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Eyang Seyek adalah nama asli Kyai Panjala. Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki Cupu Kyai Panjala. Menurut cerita yang berkembang dimasyarakat, Cupu Kyai Panjala didapat Eyang Seyek saat njala (menjaring) di laut. Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak, akan tetapi Eyang Seyek memiliki 10 saudara kandung, 5 lelaki dan 5 wanita. Kakek buyut dari Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek, maka ia menjadi bagian dari ahli waris Cupu Kyai Panjala.
Sampai saat ini Cupu Kyai Panjala diyakini dan dimaknai sebagai simbol
atau alat peramal untuk kondisi atau kejadian bangsa Indonesia dalam
masa setahun ke depan. Semar Tinandu adalah gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Palang Kinantang adalah gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah, sedangkan Kenthiwiri
adalah gambaran untuk rakyat kecil. Banyak warga lokal bahkan juga dari
luar kota yang masih percaya akan hasil ramalan tersebut, maka
digunakanlah acara ritual pembukaan cupu tersebut untuk meminta berkah.
Upacara Adat Cupu Kyai Panjala muncul sebagai aktivitas sosial
masyarakat Jawa di Kabupaten Gunungkidul. Upacara ini merupakan upacara
keagaaman secara global atau kepercayaan, artinya Upacara tersebut
dilaksanakan dari berbagai unsur agama atau keyakinan. Aktivitas Upacara
Pembukaan Cupu Panjala yang berfungsi sebagai penyelaras keharmonisan
hubungan antara manusia. Upacara ini berkembang seiring dengan kebutuhan
masyarakat untuk mempresentasikan emosi keagamaan. Kegiatan Upacara
Pembukaan Cupu Panjala merupakan bentuk partisipasi seluruh anggota
masyarakat di dalam menjaga hubungan-hubungan manusia dengan Tuhan Yang
Maha Esa.
Upacara Pembukaan Cupu Panjala biasanya menggunakan sarana dan prasarana
berupa sesaji, merupakan bentuk persembahan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan segala manifestasinya-Nya. Disebut Upacara Pembukaan Cupu Panjala,
karena Cupu yang terbungkus lembaran-lembaran kain tersebut dibuka pada
waktunya yaitu dibuka setiap satu tahun sekali. Ketiga Cupu tersebut
diletakkan dalam sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Cupu yang paling
besar bernama Semar Tinandhu, Cupu yang berukuran sedang bernama Palang
Kinantang dan yang paling kecil bernama Kenthiwiri. Dan dibungkus dengan
lembaran-lembaran kain putih (kain Mori) yang berasal dari sejumlah
peziarah yang mempunyai keinginan atau permohonan secara pribadi.
Tradisi Upacara Pembukaan Cupu Panjala adalah merupakan tradisi membaca
tanda yang muncul pada lembaran-lembaran kain pembungkus Cupu Panjala
yang dibuka oleh ahli waris dari keluarga trah Panjala, selanjutnya
kondisi Cupu akan dilihat disaksikan oleh para pengunjung. Selama
prosesi membuka kain pembungkus Cupu Panjala lembar demi lembar dilihat,
dicermati baik kondisi kain atau ada tanda-tanda yang berupa bercak
gambar atau adanya benda asing yang berada dalam lembaran-lembaran kain
tersebut. Selanjutnya tanda- tanda yang ada di dalam setiap lembaran
kain tersebut dibaca dan disampaikan oleh Juru Kunci Cupu Panjala.
Tanda-tanda tersebut diyakini sebagai ramalan jaman atau tanda-tanda
jaman dianggap muncul dari kekuatan gaib Cupu Panjala, yang merupakan
pesan dari Sang Maha Pencipta melalui kekuatan gaib-Nya. Ramalan jaman
yang muncul dari lembaran kain pembungkus Cupu Panjala merupakan sesuatu
yang harus disampaikan oleh keluarga pewaris Cupu Panjala kepada
masyarakat luas, ramalan jaman tersebut merupakan sebuah persepsi yang
sangat ditunggu dan dinantikan oleh pengunjung.
Fungsi dari Upacara Pembukaan Cupu Panjala sebagai media untuk
menghubungkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya diberikan berkah
dan kesuburan, terkait dengan musim tanam tiba, upacara ini juga
berfungsi sosial, yaitu sebagai kegiatan sosial kemasyarakatan untuk
membina solidaritas antara masyarakat dalam berinteraksi. Selain itu,
Upacara Pembukaan Cupu Panjala berfungsi sebagai tradisi yang telah
mendarah daging dalam masyarakat Dusun Mendak-Girisekar, Kabupaten
Gunungkidul dan diyakini sebagai ramalan jaman tersebut merupakan sebuah
persepsi. memberikan petunjuk-petunjuk tentang kejadian yang akan
terjadi, sehingga masyarakat dapat lebih waspada. Upacara Pembukaan Cupu
Panjala dapat berfungsi sebagai 1). Sebagai sarana proyeksi masyarakat
2). Sebagai alat pendidikan. 3). Sebagai pengawas norma-norma. 4).
Sebuah pengalaman agar lebih bertindak hati-hati.
Upacara adat Cupu Panjala mengajarkan nilai-nilai penting kepada diri
sendiri dan masyarakat pemilik upacara ini. Nilai gotong royong
diajakarkan sebagi pilar-pilar kehidupan bermasyarakat desa ini.
Nilai-nilai edukasi berbasis ketuhanan diajarkan kepada masing-masing
pribadi sebagai bagian pembelajaran dan pengingat diri sebagai makhluk
sosio-religius.
Bertempat di Padukuhan Mendah, Desa Girisekar, Kecamatan
Panggang,Gunungkidul ,DIYogyakarta. Hari Senin Wage malam Selasa Kliwon
Rejeb. Upacara membuka benda yang bernama Cupu Panjala yang di bungkus
kain putih yang jumlahnya ratusan bahkan ribuan. Pembukaan kain itu
untuk mengetahui gejala-gejala yang erat kaitannya dengan masalah
pertanian. Hasil tahun yang akan datang dan sambaran-sambaran secara
nasional yang diyakini dan dianggap keramat oleh masyarakat sekitar.
Pelaku upacara adalah keturunan Ki Panjala diikuti/disaksikan masyarakat
sekitar.
Sumber :
kebudayaan.kemdikbud.
No comments:
Post a Comment