Search This Blog

Tuesday, November 26, 2019

Alue Naga

Tutur cerita  nusantara yang berasal dari provinsi Riau, asal mula Alue Naga. 
Suatu hari Sultan Meurah mendapat khabar tentang keresahan rakyatnya di suatu tempat, lalu beliau mengunjungi tempat tersebut yaitu sebuah desa di pinggiran Kuta Raja untuk mengetahui lebih lanjut keluhan rakyatnya.
Tuanku banyak ternak kami raib saat berada di bukit Lamyong,” keluh seorang peternak. “Terkadang bukit itu menyebabkan gempa bumi sehingga sering terjadi longsor dan membahayakan orang yang kebetulan lewat dibawahnya,” tambah yang lainnya. “Sejak kapan kejadian itu?” Tanya Sultan Meurah. “Sudah lama Tuanku, menjelang Ayahanda Tuanku mangkat,” jelas yang lain.
Sesampai di istana Sultan memanggil sahabatnya Renggali, adik dari Raja Linge Mude. “Dari dulu aku heran dengan bukit di Lamnyong itu,” kata Sultan Meurah. “Mengapa ada bukit memanjang disana padahal disekitarnya rawa-rawa yang selalu berair,” sambung Sultan Meurah. “Menurut cerita orang tua, bukit itu tiba-tiba muncul pada suatu malam,” jelas Renggali, “abang hamba, Raja Linge Mude, curiga akan bukit itu saat pertama sekali ke Kuta Raja, seolah-olah bukit itu mamanggilnya,” tambahnya. “Cobalah engkau cari tahu ada apa sebenarnya dengan bukit itu!” Perintah Sultan.
Maka berangkatlah Renggali menuju bukit itu, dia menelusuri setiap jengkal dan sisi bukit tersebut, mulai dari pinggir laut di utara sampai ke kesisi selatan, “bukit yang aneh, “bisik Renggali dalam hati. Kemudian dia mendaki bagian yg lebih tinggi dan berdiri di atasnya, tiba-tiba dari bagian di bawah kakinya mengalir air yang hangat. Renggali kaget dan melompat kebawah sambil berguling.
“Maafkan hamba putra Raja Linge!” Tiba-tiba bukit yang tadi di pinjaknya bersuara. Renggali kaget dan segera bersiap-siap, “siapa engkau?” Teriaknya. Air yg mengalir semakin banyak dari bukit itu membasahi kakinya, “hamba naga sahabat ayahmu,” terdengar jawaban dari bukit itu dikuti suara gemuruh.

Renggali sangat kaget dan di perhatikan dengan seksama bukit itu yang berbentuk kepala ular raksasa walaupun di penuhi semak belukar dan pepohonan. “Engkaukah itu? Lalu di mana ayahku? Tanya Renggali. Air yang mengalir semakin banyak dan menggenangi kaki Renggali. “Panggilah Sultan Alam, hamba akan buat pengakuan!” Isak bukit tersebut. Maka buru-buru Renggali pergi dari tempat aneh tersebut. Sampai di istana hari sudah gelap, Renggali menceritakan kejadian aneh tersebut kepada Sultan.

“Itukah Naga Hijau yang menghilang bersama ayahmu?” Tanya Sultan Meurah penasaran. “Mengapa dia ingin menemui ayahku, apakah dia belum tahu Sultan sudah mangkat?” tambah Sultan Meurah. Maka berangkatlah mereka berdua ke bukit itu, sesampai disana tiba-tiba bukit itu bergemuruh. “Mengapa Sultan Alam tidak datang?” Suara dari bukit. “Beliau sudah lama mangkat, sudah lama sekali, mengapa keadaanmu seperti ini Naga Hijau? Kami mengira engkau telah kembali ke negeri mu, lalu dimana Raja Linge?” Tanya Sultan Meurah. Bukit itu begemuruh keras sehingga membuat ketakutan orang-orang tinggal dekat bukit itu.

“Hukumlah hamba Sultan Meurah,” pinta bukit itu. “Hamba sudah berkhianat, hamba pantas dihukum,” lanjutnya. “Hamba sudah mencuri dan menghabiskan kerbau putih hadiah dari Tuan Tapa untuk Sultan Alam yang diamanahkan kepada kami dan hamba sudah membunuh Raja Linge,” jelasnya. Tubuh Renggali bergetar mendengar penjelasan Naga Hijau, “bagaimana bisa kamu membunuh sahabatmu sendiri?” Tanya Renggali.
“Awalnya hamba diperintah oleh Sultan Alam untuk mengantar hadiah berupa pedang kepada sahabat-sahabatnya, semua sudah sampai hingga tinggal 2 bilah pedang untuk Raja Linge dan Tuan Tapa, maka hamba mengunjungi Raja Linge terlebih dahulu, beliau juga berniat ke tempat Tuan Tapa untuk mengambil obat istrinya, sesampai di sana Tuan Tapa menitipkan 6 ekor kerbau putih untuk Sultan Alam, kerbaunya besar dan gemuk.

Karena ada amanah dari Tuan Tapa maka Raja Linge memutuskan ikut mengantarkan ke Kuta Raja, karena itu kami kembali ke Linge untuk mengantar obat istrinya. Namun di sepanjang jalan hamba tergiur ingin menyantap daging kerbau putih tersebut maka hamba mencuri 2 ekor kerbau tersebut dan hamba menyantapnya, Raja Linge panik dan mencari pencurinya lalu hamba memfitnah Kule si raja harimau sebagai pencurinya, lalu Raja Linge membunuhnya.
Dalam perjalanan dari Linge ke Kuta Raja kami beristirahat di tepi sungai Peusangan dan terbit lagi selera hamba untuk melahap kerbau yang lezat itu, lalu hamba mencuri 2 ekor lagi, Raja Linge marah besar lalu hamba memfitnah Buya si raja buaya sebagai pencurinya maka dibunuhlah buaya itu. Saat akan masuk Kuta Raja, Raja Linge membersihkan diri dan bersalin pakaian ditepi sungai, lalu hamba mencuri 2 ekor kerbau dan menyantapnya tetapi kali ini Raja Linge mengetahuinya lalu kami bertengkar dan berkelahi, Raja Linge memiliki kesempatan membunuh hamba tetapi dia tidak melakukannya sehingga hambalah yang membunuhnya,” cerita naga sambil berurai air mata.

“Maafkanlah hamba, hukumlah hamba!” terdengar isak tangis sang naga. Mengapa engkau terjebak disini?” Tanya Sultan Meurah. “Raja Linge menusukkan pedangnya ke bagian tubuh hamba sehingga lumpuhlah tubuh hamba kemudian terjatuh dan menindihnya, sebuah pukulan Raja Linge ke tanah membuat tanah terbelah dan hamba tertimbun di sini bersamanya,” jelas sang naga.

“Hamba menerima keadaan ini, biarlah hamba mati dan terkubur bersama sahabat hamba,” pinta Naga Hijau. “Berilah dia hukuman Renggali, engkau dan abangmu lebih berhak menghukumnya,” kata Sultan Meurah. “Ayah hamba tidak ingin membunuhnya, apalagi hamba, hamba akan membebaskannya,” jawab Renggali. “Tidak! Hamba ingin di hukum sesuai dengan perbuatan hamba,” pinta Naga Hijau. “Kalau begitu bebaskanlah dia!” Perintah Sultan Meurah.
Maka berjalanlah mereka berdua mengelilingi tubuh naga untuk mencari pedang milik Raja Linge, setelah menemukannya, Renggali menarik dengan kuat dan terlepaslah pedang tersebut namun Naga Hijau tetap tidak mau bergerak. “Hukumlah hamba Sultan Meurah!” Pinta Naga Hijau. “Sudah cukup hukuman yang kamu terima dari Raja Linge, putranya sudah membebaskanmu, pergilah ke negerimu!” Perintah Sultan Meurah.

Sambil menangis naga tersebut menggeser tubuhnya dan perlahan menuju laut. Maka terbentuklah sebuah alur atau sungai kecil akibat pergerakan naga tersebut. Maka di kemudian hari daerah di pinggiran Kuta Raja itu disebut Alue Naga, disana terdapat sebuah sungai kecil yang disekitarnya di penuhi rawa-rawa yang selalu tergenang dari air mata penyesalan seekor naga yang telah mengkhianati sahabatnya.

Sunday, November 10, 2019

Putri Mandalika

Pada jaman dahulu terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Kerajaan tersebut sangatlah tentram dengan rakyat yang juga makmur. Suatu hari Raja dan Ratu di kerajaan tersebut melahirkan seorang anak yang berparas cantik dan diberi nama Putri Mandalika.
Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang putri yang tak hanya berparas cantik tetapi juga berkepribadian baik. Ini ditunjukkan dengan sifatnya yang baik, sopan, bahasanya lembut dan ramah kepada semua orang. Karena kecantikannya membuat para pangeran di berbagai kerajaan dan para pemuda menjadi memperebutkan Putri Mandalika. Mereka diyakini telah terpikat akan kecantikan Putri Mandalika. Hingga kemudian banyak para pemuda dan para pangeran banyak yang melamar sang Putri. 

Karena banyak yang melamar Putri Mandalika, akhirnya sang Raja menyerahkan keputusan tersebut kepada sang Putri sendiri. Setelah itu, Putri Mandalika memutuskan bersemedi untuk mencari petunjuk dari apa yang terjadi. Sepulangnya bersemedi, Putri Mandalika mengundang seluruh pangeran dan pemuda pada tanggal ke 20 bulan ke 10 pada penanggalan sasak (masyarakat yang mendiami pulau Lombok disebut sebagai masyarakat suku sasak). Putri mengundang semuanya untuk berkumpul di pantai Seger (atau dikenal pantai kuta Lombok) pada waktu pagi buta.
Bau Nyale
Pada tanggal dan tempat yang telah diputuskan oleh Putri Mandalika, berkumpulah seluruh pangeran, pemuda dah bahkan rakyat kerajaan tersebut. Mereka terlihat memadati pantai Seger. Seketika matahari mulai terbit, Putri Mandalika beserta Raja, Ratu, dan para pengawalnya datang menemui seluruh undangan. Pada waktu itu Putri Mandalika terlihat sangat cantik dibalut dengan busana indah yang terbuat dari sutera. Putri Mandalika beserta pengawalnya naik ke atas bukit Seger dan mengucapkan beberapa patah kata yang ditujukkan oleh seluruh tamu undangan. Isi ungkapan Putri Mandalika kurang lebih berisi bahwa Putri Mandalika hanya ingin melihat ketentraman dan kedamaian di pulau Lombok tanpa adanya sedikitpun perpecahan didalamnya. Sang Putri menyadari jika ia menerima satu atau sebagian lamaran akan terjadi perpecahan atau perselisihan diantara mereka yang tidak ia terima. Untuk itu sang Putri berencana menerima semua lamaran yang ditujukan kepadanya. Serentak seluruh tamu undangan yang terdapat di pantai tersebut bingung dengan perkataan Putri Mandalika. Kemudian tiba-tiba sang Putri menjatuhkan dirinya ke dalam laut dan seketika hanyut di telan ombak. Para rakyat dengan sigap menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkan Putri Mandalika. Tetapi sang Putri hilang tanpa ada tanda-tanda sedikitpun.Tak lama kemudian muncul binatang kecil-kecil yang yang sangat banyak dari laut. Binatang tersebut ternyata sebuah cacing panjang yang kemudian cacing tersebut diberi nama nyale dan dipercaya oleh masyarakat bahwa cacing tersebut merupakan jelmaan Putri Mandalika. Hingga dikemudian hari berkembang sebuah upacara adat Nyale yang menjadi tradisi masyarakat Lombok. Tradisi ini dilakukan setahun sekali pada sekitar bulan Februari – Maret.

Pedang Naga Puspa

Tutur Cerita mengisahkan Arya Kamandanu yang merupakan putra Empu Hanggareksa, ahli pembuat senjata dari Singasari. Kamandanu diam-diam berguru kanuragan ke adik seperguruan ayahnya, Empu Ranubaya. Padahal hubungan Empu Hanggareksa dan Empu ranubaya tidak baik karena Empu Ranubaya bukan pendukung Singasari.

Berbeda dengan Arya Kamandanu, kakaknya, Arya Dwipangga tidak menyukai silat, namun ahli sastra dan penyair. Wataknya bertolak belakang dengan Kamandanu. Kamandanu terkesan lugu, polos, dan apa adanya, sebaliknya Dwipangga terkesan cerdas, terpelajar, dan pandai memikat hati dengan kemampuan bahasa yang indah.

Kamandanu jatuh cinta dengan gadis desa Manguntur, Nari Ratih. Namun hubungan asmara itu kandas akibat ulah Dwipangga. Tak peduli Nari Ratih merupakan kekasih Kamandanu, Dwipangga menggodanya hingga terjadilah hubungan terlarang di Candi Walandit, berujung Nari Ratih hamil di luar nikah.
Kegagalan asmara membuat Kamandanu lebih serius mendalami kanuragan di padepokan Ranubaya. Berkat kesabaran sang paman dan bakat yang dimilikinya, Kamandanu menjadi pendekar muda pilih tanding. Untuk melengkapi kanuragannya, Empu Ranubaya sudah menyiapkan sebuah pedang khusus. Pedang itu sedang dirancangnya sedemikian rupa, ditempa secara khusus. Kelak, pedang itu diberi nama Pedang Naga Puspa.

Belum selesai pedang itu dibuat oleh Empu Ranubaya bersamaan dengan berlangsungnya sebuah peristiwa sejarah, perselisihan Kertanegara dengan Meng Chi, utusan Kaisar Kubilai Khan dari Tiongkok yang meminta Singasari tunduk kepada bangsa Mongolia. Utusan tersebut diusir dan dipermalukan oleh Kertanagara.

Sebelum Meng Chi kembali ke Mongol, di sebuah kedai makan terjadilah keributan dengan Mpu Ranubaya. Mpu Ranubaya berhasil mempermalukan mereka dan menunjukkan kemahirannya dalam membuat pedang. Melihat hal itu, Meng Chi menggunakan muslihat jahat: menculik Ranubaya dan membawanya ke Mongol.

Tutur Tinular

Cerita bermula saat Arya Kamandanu, putra kedua pandai besi yang bernama Empu Hanggareksa, tertarik dengan orang tua yang bijak,Empu Ranubhaya yang ahli dalam seni bela diri. Dia mulai belajar seni bela diri dari Ranubhaya dan mengetahui bahwa Ranubhaya sebenarnya teman seperguruan ayahnya dalam persenjataan. Sementara ayah Kamandanu memilih untuk menjadi pemasok senjata kepada pemerintah Kerajaan Singhasari, Ranubhaya memilih untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah dan mengisolasi dirinya sendiri.
Ketika ayah mengetahui hubungan guru-murid antara putra keduanya dan Ranubhaya, ia menjadi marah dan menuduh Ranubhaya sebagai pengkhianat dan menggunakan prajurit kerajaan menyerang kuil Ranubhaya ini. Hubungan antara Kamandanu dan ayahnya menjadi lebih buruk dan Kamandanu pengembara sebagai prajurit.
Cerita menjadi lebih kompleks ketika Ranubhaya, yang selamat dari rumahnya yang hancur, diculik oleh utusan Kubilai Khan yang kagum dengan keahliannya dalam persenjataan. Menjadi tahanan di Cina, ia dipaksa untuk membuat pedang besar, Nagapuspa. Setelah pedang selesai, dia dibunuh oleh pejabat yang takut jika Ranubhaya menciptakan pedang lain untuk saingan Nagapuspa. Sebelum kematiannya, ia meminta beberapa prajurit, Lo Si Shan dan Mei Xin, untuk membawa pedang ke Che Po (Pulau Jawa, diucapkan dalam bahasa tua-Cina) dan memberikannya kepada Kamandanu.
Cerita dilanjutkan dengan keterlibatan Kamandanu di pasukan Raden Wijaya, yang selamat dari Kerajaan Singhasarisetelah diserang Kerajaan Kediri. keterlibatannya memperbaiki hubungan antara Kamandanu dan ayahnya, terutama setelah saudaranya, Dwipangga mengkhianati mereka. Kamandanu membantu Raden Wijaya menciptakan kerajaannya sendiri, Majapahit.
Tutur Tinular dimulai pada era Kertanegara (raja terakhir Singhasari) dan berakhir di era Jayanegara (raja kedua Majapahit). Cerita dimulai ketika karakter utama masih muda dan berakhir ketika karakter utama sudah tua. Ini menunjukkan perkembangan dari anak muda idealis menadi seseorang yang bijak yang tidak ingin melihat perang lagi dan mengasingkan diri.
Pengembangan karakter lain yang juga menarik. Dwipangga misalnya, mulai hidupnya dalam cerita ini sebagai penyair yang lemah secara fisik. Kemudian, ia mencoba untuk mengubah hidupnya dengan mengkhianati keluarganya untuk medali emas dari Kediri. Setelah dipukuli dan dipermalukan oleh saudaranya sendiri di depan istri dan anaknya, ia belajar bela diri-seni dan menjadi seorang prajurit yang menakutkan, yang disebut sebagai Penyair Berdarah. Setelah dipukuli oleh Kamandanu untuk kedua kalinya, ia menghilang dan terlupakan sampai putrinya menemukan dia sebagai orang tua buta tak berdaya dan menyedihkan.
Setelah sukses ditayangkan di dua stasiun televisi yaitu ANteve dan Indosiar, Gentabuana Pitaloka mengubah format serial tersebut menjadi FTV (film televisi) dengan total keseluruhan berjumlah 27 episode, yaitu:
  1. Kidung Cinta Arya Kamandanu
  2. Wasiat Empu Gandring
  3. Pelangi di Langit Singasari
  4. Pedang Naga Puspa
  5. Pertarungan di Candi Sorabhana
  6. Kembang Gunung Bromo
  7. Balada Cinta Mei Shin
  8. Satria Majapahit
  9. Bunga Tunjung Biru
  10. Ayu Wandira
  11. Prahara di Gunung Arjuno
  12. Senjakala di Kediri
  13. Mahkota Majapahit
  14. Tragedi di Majapahit
  15. Jurus Naga Puspa
  16. Misteri Keris Penyebar Maut
  17. Pengorbanan Mei Shin
  18. Pendekar Syair Berdarah
  19. Dendam Arya Dwipangga
  20. Korban Birahi
  21. Prahara Naga Krisna
  22. Karmaphala
  23. Wanita Persembahan
  24. Pangeran Buron
  25. Pemberontakan Nambi
  26. Pemberontakan Ra Semi
  27. Gajahmada
Sumber : wikipedia.org

Thursday, October 24, 2019

Baru Klinting

Jaman dahulu kala, ada sepasang suami istri yang tinggal di suatu kampung yang melahirkan anak seekor ular naga. Naga itu diberi nama Baru Klinting. Melihat keanehan wujud Baru Klinting ini, mereka tak berani tinggal di kampung tersebut karena takut menjadi bahan gunjingan tetangga.Mereka pun mengungsi ke puncak gunung untuk mengasingkan diri dan memohon pada dewa agar mengembalikan rupa putra mereka ke wujud manusia.
Doa itu pun didengar. Syarat yang harus dilakukan oleh Baru Klinting adalah melakukan pertapaan dengan cara melingkarkan tubuhnya di gunung. Sayang, panjang tubuhnya kurang sejengkal untuk bisa melingkari seluruh gunung. Maka, untuk menutupi kekurangan itu, ia menyambungkan/ menjulurkan lidahnya hingga menyentuh ujung ekornya.

Rupanya, syarat untuk menjadi manusia tak hanya itu. Dewa meminta sang Ayah agar memotong lidah Baru Klinting yang sedang bertapa tersebut. Baru Klinting yang bersemedi tak menolak toh demi kebaikannya agar menjadi manusia.
Saat waktu bertapa hampir selesai, ada kepala desa yang akan menikahnya anaknya. Kepala desa-pun sibuk mempersiapkan segala sesuatunya, terlebih lagi soal hidangan. Konon, mereka akan menggelar pesta pernikahan yang sangat mewah dan sangat besar. Untuk menutupi kekurangan bahan makanan, secara sukarela warga pun membantu berburu di hutan. Ada yang mencari buah-buahan, ranting/ kayu bakar hingga hewan buruan seperti rusa, kelinci, maupun ayam hutan.
Sudah beberapa lama warga berburu,namun tak mendapatkan hasil buruan apapun
Tanpa sengaja, ada segolongan warga yang istirahat karena lelah berburu mengayunkan parangnya pada pokok pohon tumbang. Namun, alangkah kagetnya mereka ternyata parang itu malah berlumuran darah. Dari pokok pohon tumbang itu mengucur darah segar. Bahkan, mereka baru sadar kalau yang mereka tebas tadi bukan pohon tumbang tetapi ular raksasa/ ular naga. Melihat hal ini, warga pun beramai-ramai mengambil dagingnya untuk dimasak dalam pesta pernikahan tersebut.
Hari pesta pernikahan anak kepala desa adalah hari berakhirnya pertapaan Baru Klinting. Benar saja, naga itu berubah wujud menjadi anak kecil. Sayangnya, si anak mengalami kesusahan dalam berbicara karena lidanya dipotong sebagai syarat menjadi manusia. Tak hanya itu, tubuhnya penuh dengan borok yang membusuk lantaran saat bertapa tubunya disayat-sayat untuk diambil dagingnya oleh warga sebagai bahan pesta.

Lalu, anak itu pun mendatangi pesta kepala desa. Anak itu kelaparan dan memohon agar diberi makanan. Namun, tak satu pun warga yang memedulikannya. Warga malah mengejek dan mengusir anak kecil itu. Melihat nasib anak itu, seorang wanita tua merasa kasihan dan membawanya pulang. Lalu si anak diberi makan dengan lauk berupa daging yang diterima dari pesta kepala kampung. Si anak pun makan dengan lahap tapi dia tak mau memakan daging itu.
“Bu, tadi saya pikir sudah tak ada lagi orang baik di kampung ini. Rupanya, masih ada orang seperti Anda. Bu tolong siapkan lesung (kayu tempat menumbuk padi) bila terjadi sesuatu ibu segeralah naik lesung tersebut” Begitu pesan Baru Klinting selesai makan. Si wanita tua itu pun menuruti ucapan Baru Klinting tanpa banyak pertanyaan kenapa, Lalu, Baru Klinting pun kembali ke tempat pesta.

Wahai warga semua, lihatlah di tanganku. Aku memiliki sekerat daging. Jika kau mampu memenangkan sayembara yang kuadakan, maka ambillah daging ini. Namun, jika kalian tak mampu, maka berikanlah semua daging yang kalian masak padaku” ucap Baru Klinting.
Warga pun mencoba satu persatu tapi semuanya tak mampu mencabut sebatang lidi tersebut. Sayangnya, warga tetap tak mau mengembalikan daging yang telah mereka masak.
Lihatlah ketamakan kalian wahai manusia. Lihatlah ketidak pedulian kalian pada sesama, pada manusia yang cacat sepertiku. Bahkan kalian tidak mau mengembalikan hakku! Ketahuilah, daging yang kalian masak itu adalah dagingku saat aku menjadi ular naga. Maka, kalian berhak mendapatkan balasan setimpal!” Baru Klinting pun segera mencabut lidi tersebut.

Keanehan pun terjadi. Dari lidi itu mengucur air, terus menerus hingga menenggelamkan kampung tersebut.
Genangan air itupun berubah menjadi telaga, Sedang orang tua yang memberi makan baru klinting selamat karena naik lesung. Bahkan sejak itu pula, Baru Klinting berubah lagi menjadi ular dengan melingkarkan tubuhnya di dasar telaga yang bentuknya menyempit di bagian bawah itu.Saat ini, telaga itu masuk daerah Rawa Pening .

Monday, October 14, 2019

Ciung Wanara

Dahulu di negara Galuh Pakuan, bertahtalah seorang raja bernama Sang Prabu Permana Di Kusuma. Negaranya subur makmur tak kurang suatu apa. Tidak heran jika negara ini sangat termashur. Baginda mempunyai dua orang isteri. Isteri yang pertama bernama Dewi Pohaci Naganingrum, sedangkan yang kedua bernama Dewi Pangrenyep.
Baginda Sang Permana di Kusuma telah lama memohon kepada Tuhan agar diberi putera, tapi telah sekian lama, kedua isterinya tidak mengandung. Sekalipun baginda telah memohon dengan tekun, tapi permohonannya belum terkabul juga.
Sang Baginda mempunyai seorang menteri yang sangat disayanginya bernama Aria Kebonan (Tamperan)
Seorang menteri yang menjadi kepercayaan baginda. Tidak mengherankan jika Aria Kebonan dapat keluar masuk istana dengan bebasnya.
Pada suatu hari, ketika sang Baginda sedang berbaring di kamar tidurnya, Aria Kebonan datang ke istana untuk menghadap kepada sang Baginda. Ketika Aria Kebonan mengetahui baginda sedang beristirahat, ia tidak jadi menghadap. Hatinya sangat menyesal tidak dapat langsung menghadap kepada rajanya.

Karena menyangka baginda sedang tidur, Aria Kebonan mengeluh, “Alangkah senangnya menjadi seorang raja. Segalanya serba dilayani. Tidak seperti diriku ini, sekalipun telah bekerja keras, tapi tak bertemu dengan kesenangan. Alangkah bahagianya jika aku bisa menjadi raja.”Sang raja yang mendengar keluhan Aria Kebonan, segera memanggilnya. Aria Kebonan yang mengira baginda tak mendengar keluhannya segara datang menghadap dan menyembah di hadapan rajanya.
“Kau ingin menjadi raja, Aria Kebonan?”
Aria Kebonan terkejut bukan kepalang, ia tak menyangka raja mendengar keluhannya. Karena merasa bersalah, Aria Kebonan tak dapat menjawab pertanyaan baginda.
“Jika benar-benar kau ingin menjadi raja, baiklah, aku akan memberikan kerajaanku, asalkan kau dapat menjalankan pemerintahan dengan adil dan jujur. Aku hendak pergi bertapa. Aku menitipkan kdua permaisuriku. Ingat, kau harus bertindak bijaksana selaku seorang raja,” kata baginda.

“Mohon ampun Tuanku atas kesalahan hambamu ini. Tapi jika sekiranya memang baginda percaya dan bersedia menyerahkan kerajaan Galih Pakuan ini kepada hamba, sudah tentu hamba akan mengikuti pesan baginda,” jawab Aria Kebonan.
“Syukurlah jika kau bersedia dan merasa sanggup. Mulai malam ini, dengan disaksikan oleh si Lengser, aku serahkan kerajaanku. Namamu sekarang kuganti menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma.”
Setelah serah terima, Baginda segera bersemadi dan lenyaplah Baginda dari hadapan Aria Kebonan dan Lengser. Di kemudian hari, Sang Prabu Permana di Kusuma, menjadi seorang Brahmana bernama Ajar Sukaresi.

Aria Kebonan sangat gembira. Ia berganti nama menjadi Raden Galuh Barma Wijaya Kusuma. Sekarang ia telah menjadi raja yang kaya. Sedangkan Lengser kawannya sesama menteri, sekarang harus menyembah kepadanya.
“Lengser, sekarang juga kau harus memukul gong, dan umumkan kepada rakyat, bahwa Raja Sang Permana di Kusuma telah menjadi muda kembali. Dan ingat Lengser, kau dilarang membuka rahasia, jika jiwamu ingin selamat,” kata raja yang baru ini.

Lengser dengan hati agak kesal meninggalkan rajanya untuk memukul gong. Dengan berjalan kaki, Lengser memukul gong sambil mengumumkan, bahwa rajanya telah berubah menjadi muda kembali. Rakyat Galih Pakuan semua percaya, karena mereka pun mengetahui, rajanya seorang yang sakti.
Raja Galih Pakuan yang baru, merasa dirinya berkuasa. Ia Telah lupa pada pesan-pesan Sang Permana di Kusuma. Tindakannya kejam.

Pada suatu hari, Naganingrum dan Dewi Pangrenyep telah datang menghadap. Maksud kedatangan kedua permaisuri baginda akan menceritakan tentang impian mereka semalam.
“Tadi malam, kami bermimpi. Mimpi kami berdua ternyata sama. Kami bermimpi kejatuhan bulan. Bulan itu jatuh ke atas pangkuan kami. Menurut seorang brahmana bernama Ajar Sukaresi, kami berdua akan mendapat putera.”
Sudah tentu baginda terkejut. Kemudian ia menyuruh Lengser memanggil Ajar Sukaresi di gunung Padang. Tidak diceritakan perjalanan Lengser, Brahmana sakti yang bernama Ajar Sukaresi segera datang menghadap.

Baru saja Ajar Sukaresi menghadap. Baginda yang hendak mempermalukan Ajar Sukaresi telah siap-siap dengan tipu dayanya. Baginda telah menyuruh kedua permaisurinya memasang kuali pada perutnya, agar tampak seperti sedang mengandung.
“Coba katakan, apakah kedua permaisuriku ini sedang hamil atau tidak?” tanya baginda.
“Benar hamil, Tuanku,” jawab Ajar Sukaresi tanpa ragu.
“Coba katakan laki-laki atau perempuan anak-anakku itu?”
“Menurut penglihatan hamba yang bodoh, putera Baginda keduanya laki-laki.”
Alangkah marah baginda. Kuali yang diikatkan pada perut kedua istrinya segera diperlihatkan. Ajar Sukaresi diam saja. Rupanya kemarahan baginda tidak sampai di situ. Segera ia menyepak kuali itu jauh-jauh. Di kemudian hari, desa tempat jatuhnya kuali itu disebut Kawali (dan menjadi pusat pemerintahan di kemudian hari). Tiba-tiba baginda mencabut keris dan menikamkannya kepada Ajar Sukaresi. Tapi ajaib, kerisnya malah bengkok.

Baginda yang sangat terkejut melihat kejadian itu, untuk sesaat diam saja. Ki Ajar Sukaresi segera bersemadi. Tubuhnya lenyap kembali ke Gunung Padang.
Apa yang dikatakan oleh Ajar Sukaresi ternyata benar. Kedua permaisuri baginda benar-benar hamil. Setelah sembilan bulan Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putera. Anak laki-laki ini oleh baginda diberi nama Aria Banga (Hariang Banga) Sedangkan Naganingrum belum melahirkan. Naganingrum telah hamil sepuluh bulan, tapi belum ada tanda-tanda akan melahirkan.

Pada suatu hari, raja merasa heran, karena sudah sepuluh bulan, Naganingrum hamil, tapi belum melahirkan. Baginda datang ke tempat Naganingrum hendak menjenguk isterinya. Ketika baginda datang, nampak Naganingrum sedang menangis. Karena merasa kasihan, baginda menghiburnya. Naganingrum agak senang juga hatinya.
Ketika itu udara sangat nyaman. Baginda tak sadar tertidur di samping Naganingrum. Di dalam tidurnya baginda mendengar suara yang berkata, “Hai raja lalim! Kau telah menyiksa Ajar Sukaresi yang tak berdosa. Kelak kau akan menerima balasan.”

Sudah tentu baginda sangat terkejut. Ia buru-buru bangun. Pada mulanya baginda menyangka suara yang didengarnya adalah suara Naganingrum. Tapi Naganingrum mengatakan, bahwa suara itu datang dari perutnya yang gendut.
Sepulang dari tempat Naganingrum, baginda merasa tidak tenang. Ia telah memanggil beberapa orang ahli nujum. Semua ditanyai tentang kandungan Naganingrum.
“Rupanya anak yang dikandung oleh permaisuri Naganingrum, seorang putera yang kelak akan membahayakan baginda, ” kata beberapa nujum kepada baginda.

Mendengar keterangan ini, baginda sangat marah. Hari itu juga Naganingrum diusir dari istana dan ditempatkan di luar kota.
Pada suatu hari, Dewi Pangrenyep dipanggil oleh baginda. Dewi Pangrenyep segera menghadap. Ia segera menyembah kepada baginda.
“Pangrenyep, puteramu Aria Banga akan kujadikan penggantiku kelak,” kata baginda.
Dewi Pangrenyep sangat gembira mendengar sabda baginda.
Lalu baginda berkata, “Tapi jika Naganingrum melahirkan, puteranya harus kau hanyutkan di sungai.”
Dewi Pangrenyep menerima perintah suaminya. Segera ia mengatur siasat. Semua dukun beranak dilarang membantu Naganingrum melahirkan. Semua harus meninggalkan rumahnya, bila Naganingrum melahirkan.

Saat Hariang Banga telah berusia 3 bulan, saat itu bulan ke-13 kehamilan Dewi Pohaci dan melahirkan anak laki-laki. Atas upaya Dewi Pangrenyep tak seorang pun dayang-dayang diperkenankan menolong Dewi Pohaci, melainkan Dewi Pangrenyep sendiri yang membantu persalinan Dewi Pohaci.
Dengan kelihaian dan akal licik Dewi Pangrenyep, putra Dewi Pohaci diganti dengan seekor anjing. Dikatakannya bahwa Dewi Pohaci telah melahirkan seekor anjing. Sementara Bayi Pohaci dimasukkannya dalam kandaga emas disertai telur ayam dan dihanyutkannya ke sungai Citandui.

Karena aib fitnah yang ditimbulkan oleh Dewi Pangrenyep seakan Dewi Pohaci Naganingrum yang telah melahirkan seekor anjing, Raja sangat murka dan menyuruh Si Lengser (pegawai istana) untuk membunuh Dewi Pohaci.
Si Lengser tidak sampai hati melaksanakan perintah Raja terhadap Dewi Pohaci Permaisuri junjungannya. Karena dalam benak Aki Lengser tidak mungkin Sang Dewi Melahirkan Anjing. Dan pasti ada sesuatu yang terjadi di dalam istana akibat persaingan Dua Permaisuri. Dewi Pohaci pun akhirnya diantarkannya ke desa tempat kelahirannya.
Sesampainya di istana Aki Lengser melaporkan bahwa Dewi Pohaci telah dibunuh. Mendengar laporan tersebut Sang Prabu dan Dewi Pangrenyep Gembira karena tujuan nya telah berhasil Untuk menyingkirkan Dewi Pohaci.
Tersebut lah seorang Aki bersama istrinya, yang bernama Aki Balagantrang. yang tinggal di desa Geger Sunten tanpa bertetangga. Aki Balagantrang sebenarnya masih krabat Kerajaan Galuh yang sengaja menyingkir dari keramaian. Sudah lama Aki Balagantrang menikah, tetapi belum dikarunia anak. Suatu malam Nini Balagantrang bermimpi kejatuhan bulan purnama. Mimpi itu diceritakannya kepada suami dan sang suami mengetahui takbir mimpi itu, bahwa mereka akan mendapat rezeki.

Malam itu juga Aki pergi ke sungai membawa jala untuk menangkap ikan.setelah beberapa lama tiba-tiba jala yang dilemparkan ke sungai terasa berat dan di tarik dan betapa terkejut dan gembira ia mendapatkan kandaga emas yang berisi Bayi beserta telur ayam, bayi tersebut di bawa pulang dan Aki Asuh dengan sabar dan penuh kasih sayang. Telur ayam itu pun mereka tetaskan, mereka memeliharanya hingga menjadi seekor ayam jantan yang ajaib dan perkasa yang diberi nama Nagawiru Dan Anak angkat ini mereka beri nama Sang Manarah.
Suatu ketika Aki Balagrantang mengajak Sang Manarah ke hutan dan tiba-tiba ada suara burung yang melengking nyaring sang Manarah pun bertanya suara apa itu.. Aki Balagrantang pun menjawab itu suara Ciung.Dan dan sang Manarah pun melihat hewan yang melompat kesana kemari di pepohonan dengan lincah dan dijelaskan itu namanya Wanara. Hal tersebut menjadi ilham bagi Aki Balagrantang untuk menyamarkan Sang Manarah dalam pengembaraan kelak. Dan di namailah sang Manarah dengan Nama Ciung Wanara sebagai nama samaran dlm pengembaraan.

Aki Balagantrang pun mempersiapkan sekelompok orang untuk di latih ilmu keprajuritan dan memberikan pelajaran tentang ilmu tata pemerintahan kepada Ciung Wanara. Geger Sunten menjadi basis kekuatan Aki Balagrantang untuk mengembangkan strategi mengembalikan tahta Galuh kepada Sang Manarah kelak.
Suatu saat bertanyalah Ciung Wanara kepada ayah dan ibu angkatnya. Tentang siapa sebenarnya Dia.

Terus terang Aki dan Nini Balagantrang menceritakan tentang asal-usul Ciung Wanara. Setelah mendengar cerita ayah dan ibu angkatnya, tahulah Ciung Wanara akan dirinya yang masih Putra Kerajaan Galuh. Dan di perintah kan untuk menghadap Ke Gunung Padang menemui seorang petapa sakti yang bernama Adjar Sukaresi. Berguru lah kepada Ki Adjar ikuti apa perintah nya karena Petapa tersebut yang kelak akan memberikan petunjuk bagaimana cara masuk ke Kerajaan.

Sesampainya di Gunung Padang Ciung Wanara segera menghadap Ki Adjar Sukaresi dan diterima sebagai murid serta di ajarkan beberapa ilmu kesaktian dan tatanegara.
Suatu saat Ciung Wanara diperintahkan untuk bertapa di Gunung Geger Sunten yang tdk jauh dari perkampungan tempat tinggal Aki Balagantrang… dalam pertapaan tersebut Ciung Wanara selalu di goda oleh sosok Naga yang kadang hanya kelihatan Kepala dan sesekali kelihatan ekornya aja. (kelak dr peristiwa itu terinspirasi pembuatan keris Nogo Siluman oleh Empu Gebang).

Setelah pertapaan selesai Ciung Wanara diperintahkan untuk menikah dengan Dewi Kencana Wangi cucu Resi Demunawan penguasa Galunggung. Serta harus pulang ke Geger Sunten. Dan jika suatu saat kerajaan mengadakan sabung Ayam hendaknya ikut serta dan minta taruhan agar dijadikan Putra Mahkota.
Ciung Wanara pun pergi dari Gunung Padang dan menjalankan semua perintah Sang Begawan yang tidak lain adalah Ayahanda nya sendiri.
Suatu hari Ciung Wanara pamit kepada Aki Balagantrang untuk menyabung ayamnya dengan ayam Raja, karena didengarnya Raja gemar menyabung ayam.

Dalam sambung tersebut taruhannya ialah, bila ayam Ciung Wanara kalah ia rela mengorbankan nyawanya. Tetapi bila ayam Raja kalah, Raja harus bersedia mengangkatnya menjadi Putra Mahkota. Raja menerima dengan gembira tawaran tersebut .
Sebelum ayam berlaga, ayam Ciung Wanara berkokok dengan anehnya, melukiskan peristiwa betahun-tahun yang lampau tentang Sang Prabu Permana Di Kusuma serta permaisuri yang dihukum mati dan kandaga emas yang berisi bayi yang dihanyutkan.

Raja tidak menyadari hal itu karena terpaku dengan pemikiran tentang siapa sebenarnya Ciung Wanara. tetapi sebaliknya Aki Lengser sangat terkesan akan hal itu. Bahkan ia menyadari sekarang Ciung Wanara yang ada di hadapannya adalah putra Raja Junjungannya (Prabu Permana Hadi Kusuma)
Setelah persabungan, ayam Baginda Raja kalah dan ayam Ciung Wanara menang. Raja menepati janji dan Ciung Wanara diangkat menjadi putra Mahkota.
Dalam pesta pengangkatan Putra Mahkota, Raja membagi 2 kerajaan untuk Ciung Wanara dan Hariang Banga.

Selesai pesta pengangkatan putra Mahkota.
Pada suatu hari, Ciung Wanara yang telah membuat penjara besi, memanggil ayah dan ibu tirinya (Prabu Barma Wijaya /Tamperan) supaya memeriksa penjara. Baginda dan Dewi Pangrenyep tidak merasa curiga. Keduanya masuk ke dalam penjara. Ciung Wanara segera menguncinya.

Aria Banga sangat marah, ketika mendengar ayah dan ibunya dipenjarakan oleh Ciung Wanara.
Terjadilah perkelahian yang seru antara Ciung Wanara dengan Aria Banga. Tak seorangpun yang mengalah. Perkelahian dilakukan terus menerus siang dan malam.

Tiba-tiba, Ciung Wanara dapat menangkap Aria Banga. Kemudian melemparkannya ke seberang sungai Cipamali. Dan insyaflah Aria Banga, bahwa Ciung Wanara bukan lawan yang ringan. Ia mengaku kalah. Sungai Cipamali ditetapkan sebagai batas negara. Sebelah Timur milik Aria Banga dan sebelah Barat milik Ciung Wanara.

Ciung Wanara lalu menendang penjara besi yang berisi raja Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Penjara itu jatuh pada sebuah desa yang sampai sekarang terkenal sebagai desa Kandangwesi (Penjara Besi).
Dan Ciung Wanara segera menjemput ibunya Dewi Pohaci Naganingrum juga kakek dan nenek Balangantrang serta istrinya (Dewi Kencana Wangi) Mereka semua hidup berbahagia di dalam istananya yang kemudian bernama Pakuan Pajajaran.
Pada suatu ketika datanglah seorang Empu yang bernama Empu Gebang menghadap Sang Prabu dengan maksud untuk mengabdi… kedatangan Empu diterima Sang Prabu dan sang Prabu memerintahkan sang Empu untuk membuat keris pusaka yang menceritakan tentang lima kebaikan dan lima keutamaan serta Sebilah keris yang mengisahkan perjalanan pertapaannya saat di goda Naga.. dr ketrampilan Sang Empu Tercipta lah dua Bilah keris yang satu Diberinama Sang Pandowo Cinarito dan yang satunya Sang Nogo Siluman yang keduanya di persembahkan pada Sang Prabu.

Sang Manarah mencurahkan semuanya untuk kesejahteraan rakyat dan menjaga tali persaudaraan dengan kerajaan lain.
Dari perkawinan Sang Manarah (Ciung Wanara) dengan Dewi Kencana Wangi lahir seorang Putri yang bernama Dewi Purbasari dan kelak menikah dengan Sang Manistri (lutung Kasarung)

Sang Manistri yang akhirnya menggantikan Sang Manarah menjadi Raja. Sang Manarah Raja Pakuan selama 40 tahun dan akhirnya menjadi Petapa mengikuti jejak sesepuh (lengser Keprabon Madeg Pandito)
Hingga saat ini tempat ngahiyang Sang Manarah masih terjaga di situs Karang Kamulyan Ciamis.

Friday, October 11, 2019

Joko Dolog

Cerita Joko Dolog. Tersebutlah pangeran dari Madura, Situbondo namanya. Ia putra Adipati Cakraningrat. Pada suatu hari pangeran Situbondo berlayar ke Kadipaten Surabaya dengan diiringi Gajah Seta dan Gajah Manggala. Ia disambut dengan ramah oleh Adipati Jayengrana, sang Adipati Surabaya. Maksud kedatangan Pangeran Situbondo ketika itu adalah untuk melamar Purbawati, putri Adipati Jayengrana.
Adipati Jayengrana mempersilahkan putrinya untuk menjawab sendiri lamaran yang ditujukan kepadanya itu.

Purbawati sesungguhnya tidak mencintai Pangeran Situbondo. Cintanya hanya pada Pangeran Jaka Taruna dari Kadipaten Kediri. Namun, untuk menolak lamaran Pangeran Situbondo, Purbawati merasa tidak enak hati. Masalahnya, ayahandanya dan ayahanda Pangeran Situbondo sangat karib persahabatannya. Jika ia langsung menyatakan penolakannya, ia khawatir persahabatan antara ayahandanya dan ayahanda Pangeran Situbondo akan putus. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi peperangan antara Surabaya dan Madura itu!
Purbawati lantas menolak secara halus. Katanya kepada Pangeran Situbondo, “Aku bersedia diperistri Kanda Pangeran Situbondo, asalkan Kanda Pangeran Situbondo dapat membuka hutan di wilayah Kadipaten Surabaya ini. Hutan yang dibuka itu kelak akan menjadi tempat hunian anak keturunan kami.”

Syarat Purbawati itu, meski sesungguhnya sangat berat karena hutan itu terkenal angker dan berbahaya, disanggupi Pangeran Situbondo. Dengan kesaktiannya, Pangeran Situbondo sangat yakin mampu melaksanakan syarat yang diajukan putri Adipati Jayengrana yang sangat dicintainya itu. Pangeran Situbondo lantas membuka hutan seperti yang dikehendaki Purbawati.Ketika Pangeran Situbondo tengah membuka hutan, datanglah Pangeran Jaka Taruna ke Kadipaten Surabaya. Sangat terperanjat ia ketika mengetahui Pangeran Situbondo tengah membuka hutan sebagai syarat sebelum memperistri kekasih hatinya. Ia lantas memberanikan diri menghadap Adipati Jayengrana untuk melamar Purbawati. Kepada Adipati Jayengrana, Pangeran Jaka Taruna menyatakan jika ia dan Purbawati telah lama menjalin hubungan kasih.

Adipati Jayengrana tampak kebingungan. Agak menyesal ia mengapa Pangeran Jaka Taruna terlambat datang sehingga Pangeran Situbondo telah terlebih dahulu melaksanakan sayembara yang diminta Purbawati. Adipati Jayengrana kembali menyerahkan sepenuhnya masalah itu kepada putrinya mengingat hubungan baiknya dengan Adipati Kediri dan juga dengan ayahanda Pangeran Situbondo.
Purbawati lantas meminta Pangeran Jaka Taruna yang dicintainya itu untuk turut membuka hutan.

Pangeran Jaka Taruna lalu turut membuka hutan di dekat tempat Pangeran Situbondo tengah membuka hutan. Tak terkirakan kemarahan Pangeran Situbondo ketika mendapati Pangeran Jaka Taruna turut membuka hutan. Perselisihan antara dua putra Adipati itu pun tak terelakkan lagi disusul dengan pertarungan yang sengit. Kedua pangeran itu saling menumpahkan kesaktiannya untuk saling mengalahkan demi mendapatkan Purbawati.
Kesaktian Pangeran Situbondo masih di atas Pangeran Jaka Taruna. Pangaran Situbondo mampu memukul putra Adipati Kediri itu hingga tubuh pangeran Jaka Taruna terpental jauh membumbung hingga tersangkut pada dahan pohon yang sangat tinggi. Pangeran Situbondo lantas meninggalkan tempat itu begitu saja.

Pangeran Jaka Taruna berteriak-teriak meminta tolong karena tidak mampu melepaskan diri dari kondisi yang menjeratnya. Suara teriakannya keras menggema di hutan belantara itu. Namun, tidak ada yang datang menolongnya mengingat hutan belantara tersebut jarang dilewati orang. Pengaran Jaka Taruna terus berteriak-teriak meminta tolong.

Syahdan, lewatlah seorang pemuda di hutan belantara itu. Jaka Jumput namanya. Ia tengah mencari bahan-bahan untuk racikan obat-obatannya. Mendengar teriakan Pangeran Jaka Taruna, Jaka Jumput segera memberikan pertolongannya. Dengan kesaktiannya, Jaka Jumput berhasil melepaskan dan menurunkan Pangeran Jaka Taruna.
Pangeran Jaka Taruna lalu menceritakan kejadian yang dialaminya. Ia juga meminta agar Jaka Jumput membantunya untuk mengalahkan Pangeran Situbondo.
“Jika hamba bisa mengalahkan Pangeran Situbondo,” kata Jaka Jumput, “apa imbalan yang akan hamba dapatkan?”
“Apa pun juga yang engkau kehendaki, niscaya aku akan memberikannya,” jawab Pangeran Jaka Taruna.
“Baiklah,” kata Jaka Jumput.

Jaka Jumput lantas mencari Pangeran Situbondo. Seketika ditemukannya, Jaka Jumput lalu menantang Pangeran Situbondo. Tak terkirakan kemarahan Pangeran Situbondo mendapat tantangan Jaka Jumput. Keduanya segera terlibat pertarungan yang sangat seru, sementara Pangeran Jaka Taruna hanya menonton dari kejauhan.
Jaka Jumput ternyata benar-benar tangguh. Amat tinggi kesaktiannya. Meski Pangeran Situbondo mengerahkan segenap kemampuan dan kesaktiannya, tak berdaya pula ia pada akhirnya menghadapi Jaka Jumput. Pangeran Situbondo lantas melarikan diri setelah merasa kalah. Ia terus berlari, tidak kembali ke Madura melainkan ke sebuah wilayah di sebalah timur dari Kadipaten Surabaya. Wilayah itu di kemudian hari disebut sesuai dengan nama pangeran dari Madura tersebut, Situbondo.

Ketika mendapati Pangeran Situbondo telah kalah dan melarikan diri, Pangeran Jaka Taruna bergegas kembali ke Kadipaten Surabaya. Segera ia menghadap Adipati Jayengrana dan menyatakan jika ia telah mengalahkan Pangeran Situbondo.
“Benar engkau mengalahkan Pangeran Situbondo?” tanya Adipati Jayengrana.
“Benar, Paman Adipati,” sahut Pangeran Jaka Taruna. “Setelah kami bertarung, Pangeran Situbondo dapat hamba kalahkan. Ia terus berlari ke arah timur tanpa berani lagi menghadap hamba. Dengan ini hamba mohon perkenan Paman Adipati untuk memberikan restu kepada hamba yang ingin menyunting putri Paman.”

Namun, kebohongan Pangeran Jaka Taruna seketika terbongkar ketika Jaka Jumput juga datang di Kadipaten Surabaya dan menyergah, “Bohong! Pangeran Jaka Taruna telah berbohong kepada Paduka, Kanjeng Adipati!”
Adipati Jayengrana terperanjat mendengar sergahan Jaka Jumput. Tanyanya, “Bagaimana maksudmu dengan menyebut Pangeran Jaka Taruna berbohong?”
“Hamba yang mengalahkan Pangeran Situbondo, Kanjeng Adipati,” jawab Jaka Jumput. Ia lantas menceritakan kejadian yang dialaminya sejak ia bertemu dengan Pangeran Jaka Taruna yang tersangkut di dahan pohon tinggi hingga akhirnya mengalahkan Pangeran Situbondo.
Pangeran Jaka Taruna mati-matian menyanggah ucapan Jaka Jumput. Ia terus mengemukakan kebohongan demi kebohongan untuk menutupi kebohongan yang diucapkannya sebelumnya.

Adipati Jayengrana segera menengahi perselisihan pendapat antara Pangeran Jaka TAruna dan Jaka Jumput. “Apa bukti yang kalian miliki jika kalian sama-sama mengaku mengalahkan Pangeran Situbondo?”
Pangeran Jaka Taruna tidak mempunyai bukti. Ia hanya meminta agar Adipati Jayengrana memercayai penjelasannya. Berbeda dengan Pangeran Jaka Taruna, Jaka Jumput mempunyai bukti berupa keris milik Pangeran Situbondo. Bukti itupun diserahkan Jaka Jumput kepada Adipati Jayengrana.
Adipati Jayengrana memeriksa keris itu. Katanya kemudian, “Benar, ini keris milik Pangeran Situbondo.”

Pangeran Jaka Taruna amat malu karena kebohongannya telah terbongkar. Namun, ita tetap bersikeras menyatakan jika dirinya yang mengalahkan Pangeran Situbondo. Bahkan, untuk membuktikan kesaktiannya, ia menantang Jaka Jumput untuk bertarung.
“Baiklah,” kata Adipati Jayengrana. “Siapa di antara kalian yang menang, maka berhak ia menyunting putriku.”
Pangeran Jaka Taruna dan Jaka Jumput segera terlibat dalam pertarungan yang seru. Pangeran Jaka Taruna bersenjata keris pusakanya, senebtara Jaka Jumput menghadapinya dengan senjata andalannya berupa cambuk yang diberinya nama Kyai Gembolo Geni. Beberapa saat terlibat dalam pertarungan, Pangeran Jaka Taruna tak mampu menandingi kesaktian Jaka Jemput. Tubuh Pangeran Jaka Taruna tergeletak di atas tanah setelah terkena cambuk saktu Kyai Gembolo Geni.

Pangeran Jaka Taruna Kalah.
“Hei Pangeran Jaka Taruna!” seru Adipati Jayengrana, “Terbukti engkau membohongiku! Betapa beraninya engkau berbohong kepadaku dengan mengaku mampu mengalahkan Pangeran Situbondo!”
Pangeran Jaka Taruna hanya terdiam. Ia benar-benar malu.
“Mengapa engkau hanya terdiam saja, hei Pangeran Jaka Taruna?” tanya Adipati Jayengrana dengan perasaan jengkel. “Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?”

Pangeran Jaka Taruna tetap terdiam.
Adipati Jayengrana kian jengkel mendapati Pangeran Jaka Taruna tetap terdiam. “Jaka Taruna!” seru Adipati Jayengrana, “Mengapa engkauy hanya diam seperti patung?”
Keajaiban pun terjadi. Ucapan Adipati Jayengrana menjadi kenyataan. Tubuh Pangeran Jaka Taruna seketika itu berubah menjadi patung yang di kemudian hari dinamakan patung Joko Dolog.

Pesan Moral Cerita Joko Dolog
Janganlah kita membiasakan diri untuk berbohong, karena jika kita berbohong kita akan kembali berbohong untuk menutupi kebohongan kita sebelumnya.