Cerita Joko Dolog. Tersebutlah pangeran dari Madura, Situbondo namanya. Ia putra Adipati Cakraningrat. Pada suatu hari pangeran Situbondo berlayar ke Kadipaten Surabaya dengan diiringi Gajah Seta dan Gajah Manggala. Ia disambut dengan ramah oleh Adipati Jayengrana, sang Adipati Surabaya. Maksud kedatangan Pangeran Situbondo ketika itu adalah untuk melamar Purbawati, putri Adipati Jayengrana.
Adipati Jayengrana mempersilahkan putrinya untuk menjawab sendiri lamaran yang ditujukan kepadanya itu.
Purbawati sesungguhnya tidak mencintai Pangeran Situbondo. Cintanya hanya pada Pangeran Jaka Taruna dari Kadipaten Kediri. Namun, untuk menolak lamaran Pangeran Situbondo, Purbawati merasa tidak enak hati. Masalahnya, ayahandanya dan ayahanda Pangeran Situbondo sangat karib persahabatannya. Jika ia langsung menyatakan penolakannya, ia khawatir persahabatan antara ayahandanya dan ayahanda Pangeran Situbondo akan putus. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi peperangan antara Surabaya dan Madura itu!
Purbawati lantas menolak secara halus. Katanya kepada Pangeran Situbondo, “Aku bersedia diperistri Kanda Pangeran Situbondo, asalkan Kanda Pangeran Situbondo dapat membuka hutan di wilayah Kadipaten Surabaya ini. Hutan yang dibuka itu kelak akan menjadi tempat hunian anak keturunan kami.”
Syarat Purbawati itu, meski sesungguhnya sangat berat karena hutan itu terkenal angker dan berbahaya, disanggupi Pangeran Situbondo. Dengan kesaktiannya, Pangeran Situbondo sangat yakin mampu melaksanakan syarat yang diajukan putri Adipati Jayengrana yang sangat dicintainya itu. Pangeran Situbondo lantas membuka hutan seperti yang dikehendaki Purbawati.Ketika Pangeran Situbondo tengah membuka hutan, datanglah Pangeran Jaka Taruna ke Kadipaten Surabaya. Sangat terperanjat ia ketika mengetahui Pangeran Situbondo tengah membuka hutan sebagai syarat sebelum memperistri kekasih hatinya. Ia lantas memberanikan diri menghadap Adipati Jayengrana untuk melamar Purbawati. Kepada Adipati Jayengrana, Pangeran Jaka Taruna menyatakan jika ia dan Purbawati telah lama menjalin hubungan kasih.
Adipati Jayengrana tampak kebingungan. Agak menyesal ia mengapa Pangeran Jaka Taruna terlambat datang sehingga Pangeran Situbondo telah terlebih dahulu melaksanakan sayembara yang diminta Purbawati. Adipati Jayengrana kembali menyerahkan sepenuhnya masalah itu kepada putrinya mengingat hubungan baiknya dengan Adipati Kediri dan juga dengan ayahanda Pangeran Situbondo.
Purbawati lantas meminta Pangeran Jaka Taruna yang dicintainya itu untuk turut membuka hutan.
Pangeran Jaka Taruna lalu turut membuka hutan di dekat tempat Pangeran Situbondo tengah membuka hutan. Tak terkirakan kemarahan Pangeran Situbondo ketika mendapati Pangeran Jaka Taruna turut membuka hutan. Perselisihan antara dua putra Adipati itu pun tak terelakkan lagi disusul dengan pertarungan yang sengit. Kedua pangeran itu saling menumpahkan kesaktiannya untuk saling mengalahkan demi mendapatkan Purbawati.
Kesaktian Pangeran Situbondo masih di atas Pangeran Jaka Taruna. Pangaran Situbondo mampu memukul putra Adipati Kediri itu hingga tubuh pangeran Jaka Taruna terpental jauh membumbung hingga tersangkut pada dahan pohon yang sangat tinggi. Pangeran Situbondo lantas meninggalkan tempat itu begitu saja.
Pangeran Jaka Taruna berteriak-teriak meminta tolong karena tidak mampu melepaskan diri dari kondisi yang menjeratnya. Suara teriakannya keras menggema di hutan belantara itu. Namun, tidak ada yang datang menolongnya mengingat hutan belantara tersebut jarang dilewati orang. Pengaran Jaka Taruna terus berteriak-teriak meminta tolong.
Syahdan, lewatlah seorang pemuda di hutan belantara itu. Jaka Jumput namanya. Ia tengah mencari bahan-bahan untuk racikan obat-obatannya. Mendengar teriakan Pangeran Jaka Taruna, Jaka Jumput segera memberikan pertolongannya. Dengan kesaktiannya, Jaka Jumput berhasil melepaskan dan menurunkan Pangeran Jaka Taruna.
Pangeran Jaka Taruna lalu menceritakan kejadian yang dialaminya. Ia juga meminta agar Jaka Jumput membantunya untuk mengalahkan Pangeran Situbondo.
“Jika hamba bisa mengalahkan Pangeran Situbondo,” kata Jaka Jumput, “apa imbalan yang akan hamba dapatkan?”
“Apa pun juga yang engkau kehendaki, niscaya aku akan memberikannya,” jawab Pangeran Jaka Taruna.
“Baiklah,” kata Jaka Jumput.
Jaka Jumput lantas mencari Pangeran Situbondo. Seketika ditemukannya, Jaka Jumput lalu menantang Pangeran Situbondo. Tak terkirakan kemarahan Pangeran Situbondo mendapat tantangan Jaka Jumput. Keduanya segera terlibat pertarungan yang sangat seru, sementara Pangeran Jaka Taruna hanya menonton dari kejauhan.
Jaka Jumput ternyata benar-benar tangguh. Amat tinggi kesaktiannya. Meski Pangeran Situbondo mengerahkan segenap kemampuan dan kesaktiannya, tak berdaya pula ia pada akhirnya menghadapi Jaka Jumput. Pangeran Situbondo lantas melarikan diri setelah merasa kalah. Ia terus berlari, tidak kembali ke Madura melainkan ke sebuah wilayah di sebalah timur dari Kadipaten Surabaya. Wilayah itu di kemudian hari disebut sesuai dengan nama pangeran dari Madura tersebut, Situbondo.
Ketika mendapati Pangeran Situbondo telah kalah dan melarikan diri, Pangeran Jaka Taruna bergegas kembali ke Kadipaten Surabaya. Segera ia menghadap Adipati Jayengrana dan menyatakan jika ia telah mengalahkan Pangeran Situbondo.
“Benar engkau mengalahkan Pangeran Situbondo?” tanya Adipati Jayengrana.
“Benar, Paman Adipati,” sahut Pangeran Jaka Taruna. “Setelah kami bertarung, Pangeran Situbondo dapat hamba kalahkan. Ia terus berlari ke arah timur tanpa berani lagi menghadap hamba. Dengan ini hamba mohon perkenan Paman Adipati untuk memberikan restu kepada hamba yang ingin menyunting putri Paman.”
Namun, kebohongan Pangeran Jaka Taruna seketika terbongkar ketika Jaka Jumput juga datang di Kadipaten Surabaya dan menyergah, “Bohong! Pangeran Jaka Taruna telah berbohong kepada Paduka, Kanjeng Adipati!”
Adipati Jayengrana terperanjat mendengar sergahan Jaka Jumput. Tanyanya, “Bagaimana maksudmu dengan menyebut Pangeran Jaka Taruna berbohong?”
“Hamba yang mengalahkan Pangeran Situbondo, Kanjeng Adipati,” jawab Jaka Jumput. Ia lantas menceritakan kejadian yang dialaminya sejak ia bertemu dengan Pangeran Jaka Taruna yang tersangkut di dahan pohon tinggi hingga akhirnya mengalahkan Pangeran Situbondo.
Pangeran Jaka Taruna mati-matian menyanggah ucapan Jaka Jumput. Ia terus mengemukakan kebohongan demi kebohongan untuk menutupi kebohongan yang diucapkannya sebelumnya.
Adipati Jayengrana segera menengahi perselisihan pendapat antara Pangeran Jaka TAruna dan Jaka Jumput. “Apa bukti yang kalian miliki jika kalian sama-sama mengaku mengalahkan Pangeran Situbondo?”
Pangeran Jaka Taruna tidak mempunyai bukti. Ia hanya meminta agar Adipati Jayengrana memercayai penjelasannya. Berbeda dengan Pangeran Jaka Taruna, Jaka Jumput mempunyai bukti berupa keris milik Pangeran Situbondo. Bukti itupun diserahkan Jaka Jumput kepada Adipati Jayengrana.
Adipati Jayengrana memeriksa keris itu. Katanya kemudian, “Benar, ini keris milik Pangeran Situbondo.”
Pangeran Jaka Taruna amat malu karena kebohongannya telah terbongkar. Namun, ita tetap bersikeras menyatakan jika dirinya yang mengalahkan Pangeran Situbondo. Bahkan, untuk membuktikan kesaktiannya, ia menantang Jaka Jumput untuk bertarung.
“Baiklah,” kata Adipati Jayengrana. “Siapa di antara kalian yang menang, maka berhak ia menyunting putriku.”
Pangeran Jaka Taruna dan Jaka Jumput segera terlibat dalam pertarungan yang seru. Pangeran Jaka Taruna bersenjata keris pusakanya, senebtara Jaka Jumput menghadapinya dengan senjata andalannya berupa cambuk yang diberinya nama Kyai Gembolo Geni. Beberapa saat terlibat dalam pertarungan, Pangeran Jaka Taruna tak mampu menandingi kesaktian Jaka Jemput. Tubuh Pangeran Jaka Taruna tergeletak di atas tanah setelah terkena cambuk saktu Kyai Gembolo Geni.
Pangeran Jaka Taruna Kalah.
“Hei Pangeran Jaka Taruna!” seru Adipati Jayengrana, “Terbukti engkau membohongiku! Betapa beraninya engkau berbohong kepadaku dengan mengaku mampu mengalahkan Pangeran Situbondo!”
Pangeran Jaka Taruna hanya terdiam. Ia benar-benar malu.
“Mengapa engkau hanya terdiam saja, hei Pangeran Jaka Taruna?” tanya Adipati Jayengrana dengan perasaan jengkel. “Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?”
Pangeran Jaka Taruna tetap terdiam.
Adipati Jayengrana kian jengkel mendapati Pangeran Jaka Taruna tetap terdiam. “Jaka Taruna!” seru Adipati Jayengrana, “Mengapa engkauy hanya diam seperti patung?”
Keajaiban pun terjadi. Ucapan Adipati Jayengrana menjadi kenyataan. Tubuh Pangeran Jaka Taruna seketika itu berubah menjadi patung yang di kemudian hari dinamakan patung Joko Dolog.
Pesan Moral Cerita Joko Dolog
Janganlah kita membiasakan diri untuk berbohong, karena jika kita berbohong kita akan kembali berbohong untuk menutupi kebohongan kita sebelumnya.
No comments:
Post a Comment