Pada Jaman dahulu, tinggalah sebuah keluarga yang sangat miskin di dekat Sungai Cecuruk yang terletak di Kepulauan Bangka Belitung.
Keluarga ini memiliki seorang anak yang sangat rajin. Mereka sekeluarga hidup dari hasil menjual buah-buahan dan daun-daunan yang mereka petik dari hutan ke pasar. Setiap hari, sang anak ikut ayah dan ibunya mencari hasil hutan.
Suatu hari, sang ayah pergi ke hutan untuk mencari bahan makanan. Ketika sedang menebang rebung, ia menemukan sebuah tongkat di antara rumpunan bambu. Ternyata, tongkat itu berhiaskan intan permata dan batu merah delima. Sang ayah bertanya-tanya dalam hati, siapa pemilik tongkat itu. Sang ayah segera membawa pulang tongkat itu dan menunjukkan kepada istri dan anaknya.
Suatu hari, sang ayah pergi ke hutan untuk mencari bahan makanan. Ketika sedang menebang rebung, ia menemukan sebuah tongkat di antara rumpunan bambu. Ternyata, tongkat itu berhiaskan intan permata dan batu merah delima. Sang ayah bertanya-tanya dalam hati, siapa pemilik tongkat itu. Sang ayah segera membawa pulang tongkat itu dan menunjukkan kepada istri dan anaknya.
“Sebaiknya kita simpan saja benda ini, siapa tahu nanti ada yang mencarinya,” ujar sang ayah.
“Namun, kita tidak mempunyai lemari untuk menyimpan benda ini, Pak. Aku khawatir nanti malah dicuri orang,”” jawab sang ibu.
“Kita jual saja tongkat itu, sehingga kita tidak perlu repot menyimpannya,” usul si anak. Akhirnya, ayah dan ibunya setuju dengan usulan anaknya itu.
“Pergilah kau ke negeri seberang, Nak. Jual tongkat ini lalu kembalilah pulang,” kata sang ayah.
“Namun, kita tidak mempunyai lemari untuk menyimpan benda ini, Pak. Aku khawatir nanti malah dicuri orang,”” jawab sang ibu.
“Kita jual saja tongkat itu, sehingga kita tidak perlu repot menyimpannya,” usul si anak. Akhirnya, ayah dan ibunya setuju dengan usulan anaknya itu.
“Pergilah kau ke negeri seberang, Nak. Jual tongkat ini lalu kembalilah pulang,” kata sang ayah.
Anak itu pun berangkat ke negeri seberang. Tongkat berharga itu berhasil dijualnya dengan harga tinggi. Namun, sang anak tidak segera pulang ke kampungnya, ia memilih menetap di negeri itu dengan uang hasil penjualan tongkat berharga.
Kehidupan sang anak berubah sangat drastis. la menjadi kaya raya serta bergaul dengan kalangan dan saudagar-saudagar kaya. Bertahun-tahun ia tidak kembali ke kampungnya. Kemudian, sang anak menikah dengan putri salah satu saudagar terkaya di negeri itu.
Suatu hari, mertua anak itu memerintahkannya untuk pergi berdagang ke negeri lain bersama istrinya. Lalu, ia mempersiapkan perjalanan dengan membeli sebuah kapal yang besar dan mempersipkan anak buah kapal yang tangguh. la membawa banyak sekali hewan untuk bekal makanan selama berlayar, sehingga suasana kapalnya pun sangat ramai oleh suara binatang. Mereka pun berangkat berlayar.
Kehidupan sang anak berubah sangat drastis. la menjadi kaya raya serta bergaul dengan kalangan dan saudagar-saudagar kaya. Bertahun-tahun ia tidak kembali ke kampungnya. Kemudian, sang anak menikah dengan putri salah satu saudagar terkaya di negeri itu.
Suatu hari, mertua anak itu memerintahkannya untuk pergi berdagang ke negeri lain bersama istrinya. Lalu, ia mempersiapkan perjalanan dengan membeli sebuah kapal yang besar dan mempersipkan anak buah kapal yang tangguh. la membawa banyak sekali hewan untuk bekal makanan selama berlayar, sehingga suasana kapalnya pun sangat ramai oleh suara binatang. Mereka pun berangkat berlayar.
Ketika sampai di sekitar Sungai Cecuruk, sang anak teringat akan kampung halamannya, kapal pun sandar di sungai tersebut.
Berita kedatangan sang anak pun didengar oleh orangtuanya. Ibunya segera menyiapkan makanan kesukaan anak itu dan pergi menemuinya dengan rindu yang terpendam selama bertahun tahun.
Berita kedatangan sang anak pun didengar oleh orangtuanya. Ibunya segera menyiapkan makanan kesukaan anak itu dan pergi menemuinya dengan rindu yang terpendam selama bertahun tahun.
“Ini ibu dan ayahmu datang, Nak!” seru ibunya ketika sampai di kapal mewah sang anak.
Lelaki muda itu tertegun melihat siapa yang datang. la tidak mau mengakui ayah dan ibunya yang tua renta dan miskin. “Siapa kalian? Cepatlah pergi dari kapalku!” teriak sang anak. “Nak, ini ayah dan ibumu. Apakah kau tidak mengenali kami ? Ini ibu buatkan masakan kesukaanmu, Nak!” jawab sang ibu dengan sedih. “Pergi! Aku tidak suka makanan kampung! Orang tuaku adalah seorang saudagar kaya, bukan gembel seperti kalian!” seru sang anak sambil membuang makanan pemberian ibunya.
Lelaki muda itu tertegun melihat siapa yang datang. la tidak mau mengakui ayah dan ibunya yang tua renta dan miskin. “Siapa kalian? Cepatlah pergi dari kapalku!” teriak sang anak. “Nak, ini ayah dan ibumu. Apakah kau tidak mengenali kami ? Ini ibu buatkan masakan kesukaanmu, Nak!” jawab sang ibu dengan sedih. “Pergi! Aku tidak suka makanan kampung! Orang tuaku adalah seorang saudagar kaya, bukan gembel seperti kalian!” seru sang anak sambil membuang makanan pemberian ibunya.
la pun berucap, “Jika saudagar kaya raya itu benar anakku, semoga karamlah kapal itu bersamanya.”
Setelah kata-kata itu terucap, tiba-tiba muncul badai dan gelombang laut sangat besar,dan tinggi menelan kapal mewah sang anak beserta istri dan awak kapal.
Kapal besar itu terombang-ambing dan terbalik, seluruh penumpang tewas seketika, termasuk sang anak. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, di tempat karamnya kapal sang anak, muncul sebuah pulau yang bentuknya menyerupai sebuah kapal. Menurut cerita, pada waktu-waktu tertentu di sekitar pulau itu sering terdengar suara-suara binatang yang diyakini sebagai binatang-binatang yang dibawa sang anak di kapalnya. Pulau itu kemudian diberi nama Pulau Kapal.Pesan moral dari Tutur Cerita Rakyat Pulau Kapal Bangka Belitung adalah jangan pernah durhaka kepada kedua orang tua. Kebahagiaan mu tergantung pada baktimu kepada Orang tua.
Setelah kata-kata itu terucap, tiba-tiba muncul badai dan gelombang laut sangat besar,dan tinggi menelan kapal mewah sang anak beserta istri dan awak kapal.
Kapal besar itu terombang-ambing dan terbalik, seluruh penumpang tewas seketika, termasuk sang anak. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, di tempat karamnya kapal sang anak, muncul sebuah pulau yang bentuknya menyerupai sebuah kapal. Menurut cerita, pada waktu-waktu tertentu di sekitar pulau itu sering terdengar suara-suara binatang yang diyakini sebagai binatang-binatang yang dibawa sang anak di kapalnya. Pulau itu kemudian diberi nama Pulau Kapal.Pesan moral dari Tutur Cerita Rakyat Pulau Kapal Bangka Belitung adalah jangan pernah durhaka kepada kedua orang tua. Kebahagiaan mu tergantung pada baktimu kepada Orang tua.
No comments:
Post a Comment